Pernahkah saudara mendengar lagu yang berjudul rindu dinyanyikan oleh Iis Dahlia? Penggalan liriknya mengatakan: "rindu, pada siapa kumengadu?" yang mengekspresikan betapa inginnya ia bertemu dengan kekasihnya, tetapi tidak tahu harus mengatakan kepada siapa, karena orang yang diinginkan tidak ada di hadapannya. Berbeda dengan Daud dalam Mazmur 15, ia merasakan kerinduan untuk dekat kepada Tuhan dan ia tidak perlu bingung harus bertanya kepada siapa, harus mengadu kepada siapa, karena Tuhan senantiasa hadir di tengah-tengah kita, di hadapanNya. Dalam kerinduannya itu, ia mengadukan atau mengungkapkan pertanyaan yang mengajak kita untuk mengintropeksi diri kita, pertanyaan yang benar-benar menunjukkan kelayakan untuk bergabung bersama Allah. Pertanyaan yang mengajarkan kita untuk menyadari otoritas Allah dalam menentukan orang-orang yang akan mendapat perlindunganNya. Daud bertanya: Tuhan, siapa yang boleh menumpang dalam kemahMu? Siapa yang boleh diam di gunungMu yang kudus? (ay 1). Dari ayat 1 ini istilah kemah dan gunung merujuk kepada kediaman Allah, di mana kemah merupakan tempat berdiamnya tabut perjanjian Allah pada tradisi padang gurun, ketika umat Israel hidup nomaden. Penghuni kemah itu adalah Allah dan orang-orang yang datang ke sana, selain Allah dikategorikan sebagai orang asing yang akan menumpang untuk meminta perlindungan. Demikian juga dengan gunung menunjukkan kekudusan Allah yang begitu tinggi, sehingga jika orang-orang ingin berdiam di sana, maka mereka harus bisa menyesuaikan diri dengan standard kekudusan Allah.
Pertanyaan Daud dijawab oleh Tuhan yang mengharuskan umatNya untuk hidup dengan integritas, di mana tindakan, perilaku dan perkataan sesuai dengan kehendak Tuhan. Integritas umat Allah yang menyangkut aturan moral dan etis dalam kehidupan sehari-hari. Jawaban Tuhan tidak menyebutkan nama, tidak menunjuk suatu kelompok, tetapi beberapa kriteria sifat atau tabiat yang benar. Integritas umat Allah bisa dilihat dan dirasakan dari:
1. Perilaku yang tidak bercela dan adil (ay 2)
Tuhan tidak menginginkan manusia yang hidupnya dipenuhi dengan noda, aib, dan keinginan daging atau nafsu duniawi. Hidup dengan mengikuti keinginan daging akan membimbing kita kepada pikiran yang jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, dll (Mat 15:19, Gal 5:19-21). Tetapi Tuhan menginginkan umatNya hidup dengan perilaku yang benar dan adil sesuai keinginan Roh. Allah juga menuntut kita untuk melepaskan diri dari sikap yang diskriminatif, sikap yang membeda-bedakan seorang akan yang lain karena status sosial, kekayaan, pendidikan, dsb. Kita harus meneladani sikap Allah yang senantiasa terbuka kepada setiap orang yang mau bertobat, kepada setiap orang yang mau mengakui dosanya tanpa memandang rendah siapapun. Baginya kita adalah sama-sama ciptaan yang diberikan masing-masing anugerah. Demikianlah kita dalam memperlakukan orang-orang di sekitar kita.
2. Berkata jujur dan tidak menyebarkan fitnah (ay 2-3)
Ungkapan Fitnah lebih kejam dari pembunuhan menunjukkan bahwa kata-kata bisa membunuh atau menghancurkan hidup seseorang. Biasanya orang yang memiliki spiritual yang baik, akan selalu berkata jujur sebagaimana yang ada dalam pikiranNya, menyuarakan yang sesuai dengan keinginan hatinya.
ilustrasi: seorang perempuan yang hidup menjanda sangat menderita karena difitnah oleh seorang temannya, dengan menyebarkan kebohongan bahwa perempuan itu tengah berhubungan gelap dengan suami perempuan lain di lingkungan mereka. Alhasil, sebagian besar masyarakat di lingkungan itu mencibirnya setiap ia keluar rumah. Ada yang mengatakan bahwa ia begitu bahagia dengan kematian suaminya agar bisa menikmati suami orang lain dengan bebas. Tak jarang anak-anaknya pun menangis karena dijuluki sebagai anak si pengganggu hubungan orang lain. Situasi itu membuat hidup perempuan yang menjanda dan anak-anaknya tidak tentram, sehingga mereka memutuskan untuk pindah ke tempat yang baru, di mana tidak ada seorang pun yang akan mengganggu dan mengenal mereka. Di suatu ketika, teman yang telah memfitnahnya datang dan berkata: "tolong, maafkan aku, karena telah memfitnahmu. Aku menyadari betapa sulitnya hidupmu saat itu, tetapi iri padamu yang bisa mandiri menafkahi anak-anakmu. sekiranya ada yang bisa saya lakukan untuk menebus kesalahanku itu, akan kulakukan saat ini juga". Perempuan janda memberikan bantal yang telah robek dan menyuruhnya untuk menghamburkan kapas-kapas yang ada di dalamnya ke udara. lalu kemudian memintanya untuk memungutinya kembali. Temannya itu marah dan mengatakan bagaimana mungkin aku bisa memunguti kapas-kapas yang telah beterbangan itu, walau engkau memberiku 1 tahun, aku takkan mampu, engkau hanya akan memberikan penderitaan kepadaku. Dia menjawabnya: demikianlah dengan kata-kata fitnah yang telah kamu sebarkan di lingkungan kita dahulu, kamu tidak akan mengambilnya kembali dari pikiran orang-orang.
Ilustrasi di atas tentu mengajarkan kita untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kata-kata yang tidak membangun dan yang akan menghancurkan hidup orang lain. Tuhan sangat tidak menginginkan umatNya memiliki sifat yang melebih-lebihkan atau mengurangi perkataan dari yang seharusnya. Jujurlah dalam setiap lakumu dan berhati-hatilah dengan lidahmu, karena lidah adalah api yang akan menodai seluruh anggota tubuh kita (Yak :1-12).
3. Tidak bergaul dengan orang-orang berdosa dan berpegang pada sumpah (ay 4)
orang yang tersingkir dalam teks ini adalah orang yang menolak firman Allah, yang tidak bersedia dibimbing oleh Roh Kudus, orang yang senantiasa lebih memilih kesenangan dunia. Oleh karena itu, kita diminta untuk memandang hina atau lebih tepatnya menjauhinya atau tidak mengikuti perilakunya. Sebaliknya, kita harus memuliakan orang yang takut akan Tuhan, karena mereka akan membimbing kita untuk takut kepada Tuhan, untuk melakukan perintahNya dan menaati hukum-hukumNya. selain itu, Tuhan juga menginginkan kita untuk berpegang pada sumpah atau melakukan atau menepati janji kita, meskipun pada akhirnya kita akan dirugikan, karena Allah adalah Tuhan yang senantiasa menepati janjiNya, melakukan yang dikatakanNya dan mewujudkan yang telah diberitahukanNya. Tidak ada satu pun dari janjiNya yang tidak terpenuhi, bahkan ketika Sarah menertawakan nubuatNya tentang kelahiran Ishak, Allah tetap menunjukkan kepada kita bahwa Ia tidak pernah mengingkari perkataanNya. Demikianlah dengan umatNya harus meneladani perbuatan-perbuatanNya.
4. Berhati-hati terhadap uang (ay 5)
Gaya hidup di jaman globalisasi ini mengarahkan manusia untuk tidak mensyukuri yang telah dimilikinya, misalnya produk kosmetik membuat para perempuan tidak mensyukuri warna kulitnya. Tidak ada satu produk pun yang mengajarkan manusia untuk mencintai warna kulitnya, bentuk wajahnya, bentuk hidung, dsb. Hal ini menunjukkan bahwa kita dilatih untuk tidak menerima atau mensyukuri keadaan kita sebagaimana yang Tuhan inginkan. Demikian juga dengan canggihnya Handphone setiap bulannya, membuat banyak anak-anak memberontak kepada orang tua yang tidak sanggup memenuhi keinginannya (2 Tim 3:2). Tak jarang untuk memenuhi kebutuhan itu kita menghalalkan segala cara. Kita bisa jatuh untuk menindas yang lemah dengan meminjamkan uang kita dengan bunga yang begitu tinggi, yang kita sadari bahwa mereka tidak akan sanggup membayarnya. Kita juga bisa tergoda untuk menerima suap demi menutupi sebuah kejahatan, kita akhirnya menjadi terbiasa untuk membela yang salah.
Tuhan tidak akan memberikan kesempatan kepada kita untuk dekat denganNya, apalagi berdiam di gunungNya yang kudus. Dia akan membuang kita jauh-jauh. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap uang, jangan mau menjadi hamba uang, agar kita tidak digiring pada segala kejahatan (1 Tim 6:1-10). JADILAH TUAN ATAS UANG. Tuhan memberikan akal budi dan pikiran kepada kita agar bisa menguasai yang ada di bumi, maka marilah kita menunjukkannya dengan mensyukuri yang saat ini kita miliki, mengendalikan diri kita agar tidak tergoda menjadi hamba uang.
Menjadi seorang yang berintegritas memang tidak mudah, bahkan jika kita mengintropeksi diri, tidak akan satu orang pun di dunia ini yang layak untuk menumpang di kemahNya dan diam di gunungNya yang kudus. Selain Yesus Kristus, sang Juru Selamat yang menjadi manusia demi menebus dosa kita. Ia memberikan kesempatan kepada kita untuk merasakan anugerah Allah. Berkat kasihNya, kita bisa bersama-sama dengan diriNya dalam kerajaan Allah. Tetapi, bukan berarti kita tidak perlu berlaklu adil, berkata jujur atau berhati-hati terhadap uang. Melainkan dengan kasih anugerahNya, kita sebagai manusia yang telah ditebus harus mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari kita. Kelayakan yang diberikanNya harus terlihat dalam hidup kita yang berintegritas.
Selamat Bertindak!
Pertanyaan Daud dijawab oleh Tuhan yang mengharuskan umatNya untuk hidup dengan integritas, di mana tindakan, perilaku dan perkataan sesuai dengan kehendak Tuhan. Integritas umat Allah yang menyangkut aturan moral dan etis dalam kehidupan sehari-hari. Jawaban Tuhan tidak menyebutkan nama, tidak menunjuk suatu kelompok, tetapi beberapa kriteria sifat atau tabiat yang benar. Integritas umat Allah bisa dilihat dan dirasakan dari:
1. Perilaku yang tidak bercela dan adil (ay 2)
Tuhan tidak menginginkan manusia yang hidupnya dipenuhi dengan noda, aib, dan keinginan daging atau nafsu duniawi. Hidup dengan mengikuti keinginan daging akan membimbing kita kepada pikiran yang jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, dll (Mat 15:19, Gal 5:19-21). Tetapi Tuhan menginginkan umatNya hidup dengan perilaku yang benar dan adil sesuai keinginan Roh. Allah juga menuntut kita untuk melepaskan diri dari sikap yang diskriminatif, sikap yang membeda-bedakan seorang akan yang lain karena status sosial, kekayaan, pendidikan, dsb. Kita harus meneladani sikap Allah yang senantiasa terbuka kepada setiap orang yang mau bertobat, kepada setiap orang yang mau mengakui dosanya tanpa memandang rendah siapapun. Baginya kita adalah sama-sama ciptaan yang diberikan masing-masing anugerah. Demikianlah kita dalam memperlakukan orang-orang di sekitar kita.
2. Berkata jujur dan tidak menyebarkan fitnah (ay 2-3)
Ungkapan Fitnah lebih kejam dari pembunuhan menunjukkan bahwa kata-kata bisa membunuh atau menghancurkan hidup seseorang. Biasanya orang yang memiliki spiritual yang baik, akan selalu berkata jujur sebagaimana yang ada dalam pikiranNya, menyuarakan yang sesuai dengan keinginan hatinya.
ilustrasi: seorang perempuan yang hidup menjanda sangat menderita karena difitnah oleh seorang temannya, dengan menyebarkan kebohongan bahwa perempuan itu tengah berhubungan gelap dengan suami perempuan lain di lingkungan mereka. Alhasil, sebagian besar masyarakat di lingkungan itu mencibirnya setiap ia keluar rumah. Ada yang mengatakan bahwa ia begitu bahagia dengan kematian suaminya agar bisa menikmati suami orang lain dengan bebas. Tak jarang anak-anaknya pun menangis karena dijuluki sebagai anak si pengganggu hubungan orang lain. Situasi itu membuat hidup perempuan yang menjanda dan anak-anaknya tidak tentram, sehingga mereka memutuskan untuk pindah ke tempat yang baru, di mana tidak ada seorang pun yang akan mengganggu dan mengenal mereka. Di suatu ketika, teman yang telah memfitnahnya datang dan berkata: "tolong, maafkan aku, karena telah memfitnahmu. Aku menyadari betapa sulitnya hidupmu saat itu, tetapi iri padamu yang bisa mandiri menafkahi anak-anakmu. sekiranya ada yang bisa saya lakukan untuk menebus kesalahanku itu, akan kulakukan saat ini juga". Perempuan janda memberikan bantal yang telah robek dan menyuruhnya untuk menghamburkan kapas-kapas yang ada di dalamnya ke udara. lalu kemudian memintanya untuk memungutinya kembali. Temannya itu marah dan mengatakan bagaimana mungkin aku bisa memunguti kapas-kapas yang telah beterbangan itu, walau engkau memberiku 1 tahun, aku takkan mampu, engkau hanya akan memberikan penderitaan kepadaku. Dia menjawabnya: demikianlah dengan kata-kata fitnah yang telah kamu sebarkan di lingkungan kita dahulu, kamu tidak akan mengambilnya kembali dari pikiran orang-orang.
Ilustrasi di atas tentu mengajarkan kita untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kata-kata yang tidak membangun dan yang akan menghancurkan hidup orang lain. Tuhan sangat tidak menginginkan umatNya memiliki sifat yang melebih-lebihkan atau mengurangi perkataan dari yang seharusnya. Jujurlah dalam setiap lakumu dan berhati-hatilah dengan lidahmu, karena lidah adalah api yang akan menodai seluruh anggota tubuh kita (Yak :1-12).
3. Tidak bergaul dengan orang-orang berdosa dan berpegang pada sumpah (ay 4)
orang yang tersingkir dalam teks ini adalah orang yang menolak firman Allah, yang tidak bersedia dibimbing oleh Roh Kudus, orang yang senantiasa lebih memilih kesenangan dunia. Oleh karena itu, kita diminta untuk memandang hina atau lebih tepatnya menjauhinya atau tidak mengikuti perilakunya. Sebaliknya, kita harus memuliakan orang yang takut akan Tuhan, karena mereka akan membimbing kita untuk takut kepada Tuhan, untuk melakukan perintahNya dan menaati hukum-hukumNya. selain itu, Tuhan juga menginginkan kita untuk berpegang pada sumpah atau melakukan atau menepati janji kita, meskipun pada akhirnya kita akan dirugikan, karena Allah adalah Tuhan yang senantiasa menepati janjiNya, melakukan yang dikatakanNya dan mewujudkan yang telah diberitahukanNya. Tidak ada satu pun dari janjiNya yang tidak terpenuhi, bahkan ketika Sarah menertawakan nubuatNya tentang kelahiran Ishak, Allah tetap menunjukkan kepada kita bahwa Ia tidak pernah mengingkari perkataanNya. Demikianlah dengan umatNya harus meneladani perbuatan-perbuatanNya.
4. Berhati-hati terhadap uang (ay 5)
Gaya hidup di jaman globalisasi ini mengarahkan manusia untuk tidak mensyukuri yang telah dimilikinya, misalnya produk kosmetik membuat para perempuan tidak mensyukuri warna kulitnya. Tidak ada satu produk pun yang mengajarkan manusia untuk mencintai warna kulitnya, bentuk wajahnya, bentuk hidung, dsb. Hal ini menunjukkan bahwa kita dilatih untuk tidak menerima atau mensyukuri keadaan kita sebagaimana yang Tuhan inginkan. Demikian juga dengan canggihnya Handphone setiap bulannya, membuat banyak anak-anak memberontak kepada orang tua yang tidak sanggup memenuhi keinginannya (2 Tim 3:2). Tak jarang untuk memenuhi kebutuhan itu kita menghalalkan segala cara. Kita bisa jatuh untuk menindas yang lemah dengan meminjamkan uang kita dengan bunga yang begitu tinggi, yang kita sadari bahwa mereka tidak akan sanggup membayarnya. Kita juga bisa tergoda untuk menerima suap demi menutupi sebuah kejahatan, kita akhirnya menjadi terbiasa untuk membela yang salah.
Tuhan tidak akan memberikan kesempatan kepada kita untuk dekat denganNya, apalagi berdiam di gunungNya yang kudus. Dia akan membuang kita jauh-jauh. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap uang, jangan mau menjadi hamba uang, agar kita tidak digiring pada segala kejahatan (1 Tim 6:1-10). JADILAH TUAN ATAS UANG. Tuhan memberikan akal budi dan pikiran kepada kita agar bisa menguasai yang ada di bumi, maka marilah kita menunjukkannya dengan mensyukuri yang saat ini kita miliki, mengendalikan diri kita agar tidak tergoda menjadi hamba uang.
Menjadi seorang yang berintegritas memang tidak mudah, bahkan jika kita mengintropeksi diri, tidak akan satu orang pun di dunia ini yang layak untuk menumpang di kemahNya dan diam di gunungNya yang kudus. Selain Yesus Kristus, sang Juru Selamat yang menjadi manusia demi menebus dosa kita. Ia memberikan kesempatan kepada kita untuk merasakan anugerah Allah. Berkat kasihNya, kita bisa bersama-sama dengan diriNya dalam kerajaan Allah. Tetapi, bukan berarti kita tidak perlu berlaklu adil, berkata jujur atau berhati-hati terhadap uang. Melainkan dengan kasih anugerahNya, kita sebagai manusia yang telah ditebus harus mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari kita. Kelayakan yang diberikanNya harus terlihat dalam hidup kita yang berintegritas.
Selamat Bertindak!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar