Selasa, 17 Januari 2017

KEJADIAN 1:1-2:25



I. KEJADIAN 1:1-2:4a
Kata-kata kunci dalam kej 1:1-2:4a yaitu :
-          Pemberitahuan: “Berfirmanlah Allah ........”
-          Perintah           : “Jadilah .......”
-          Laporan           : “Maka terjadilah .....”
-          Evaluasi           : “Dan Allah melihat bahwa itu baik.”
-          Bingkai Waktu : “Jadilah petang ......, jadilah pagi ......”

a.      Tafsiran menurut Pauline dalam Terjemahan Alkitab Perjanjian Lama
1. Pembukaan (ay.1-2)
            Menurut Pauline dalam Dian Bergant, kisah penciptaan merupakan suatu kisah sebuah karya tulis imam yang tersusun dengan sangat teratur dan menyerupai madah. Kisah penciptaan ini kendati sama dengan kisah penciptaan yang berasal dari Babel, Enuma Elisabeth yang menafsirkan kembali mite kuno untuk mereflesikan teologi Israel yang khas. Kisah penciptaan dalam Kejadian merupakan sebuah konflik tetapi Allah menciptakan dunia hanya dengan kekuatan sabda ilahi. Di dalam pembukaan ini ditunjukkan bahwa Allah merupakan pelaku utama dan penciptaan merupakan hasil tindakan Allah. [1]
2. Penciptaan isi dunia dan bumi (3-31)
2.1 Penciptaan isi dunia
            Menurut Pauline dalam Dian Bergant bahwa Allah merupakan pelaku utama dalam penciptaan. Dunia merupakan suatu masa yang tidak berbentuk. Gambaran dunia tersebut merupakan gambaran yang diibaratkan seperti mitologi Timur Dekat Kuno. Penciptaan ini dimulai dengan penciptaaan pertama yaitu terang yang dihubungkan dengan penciptaan penerang pada hari keempat. Selanjutnya cakrawala diciptakan untuk memisahkan air yang di atas dengan air yang di bawah menjadi tempat hidup bagi burung, sementara air yang di bawah penuh dengan ikan-ikan. Binatang-binatang dan manusia yang mendiami bumi makan tumbuh-tumbuhan. Gambaran penciptaan ini menunjukkan suatu yang susunan yang tertib.[2]
            Oleh karena itu, dapat dilihat bagaimana kisah penciptaan iu dengan penuh takjub. Tindakan pertama penciptaan adalah terang meskipun benda-benda penerang belum diciptakan. Menurut penulis bahwa terang tersebut bukanlah merupakan milik para dewa seperti yang dibicarakan ole Enuma Elish melainkan suatu unsur dari dunia penciptaan. Kata terang tersebut merupakan sebuah nama yang diberikan oleh Allah (bnd.ay.5). Sehingga terlihat bahwa Allah mempunyai kuasa atas terang tersebut seperti tradisi orang-orang Israel kuno dan pada bagian ini juga diterangkan bagaimana Allah mengakhirinya dengan kerangka waktu yang mencerminkan bagaimana cara orang Israel kuno menghitung waktu (hari).
            Selanjutnya Allah menciptakan cakrawala yang memisahkan air di atas langit dari air yang ada di bawah. Langit digambarkan sebagai mangkok terbalik untuk menjaga air yang ada di atas agar tetap pada tempatnya. Mangkok itu mempunyai jendela-jendela agar hujan, salju dan hujan es bisa jatuh ke bumi. Air yang muncul ke permukaan bumi akan terwujud dalam sungai-sungai, danau-danau dan sumber air. Air memberi batas pada permukaan air sehingga daratan masih bisa kelihatan. Selanjutnya, Allah menciptakan tumbuh-tumbuhan untuk berkembang biak. Allah memberi kekuatan kepada tumbuh-tumbuhan untuk menghasikan buah dan biji.
            Tidak beberapa lama Allh menciptakan benda-benda penerang dan menempatkannya di cakrawala seperti matahari, bulan, bintang dan lain-lain. Dalam dunia kafir kuno matahari dan bulan dianggap sebagai dewa-dewa. Allah menyatakan bahwa matahari dan bulan merupakan unsur-unsur dari alam semesta yang diciptakan bukan dewa-dewa yang harus disembah. Selanjutnya binatang dan manusia diciptakan untuk mendiami bumi.[3]
2.2 Penciptaan manusia
            Menurut Pauline dalam Dian Bergant, bahwa seluruh penciptaan dari hari pertama sampai hari kelima berpuncak pada penciptaan keenam yaitu manusia. Kelebihan ciptaan ini dinyatakan oleh sumber P oleh kenyataan bahwa hanya manusialah yang diciptakan menurut gambar dan rupa dengan Allah (ay.26). Dalam Kej 1:26 ini terdapat tiga ungkapan yang menimbulkan permasalahan dan sering menimbulkan kebingungan yaitu “siapa kita”?, “apa artinya kita diciptakan menurut gambar Allah?”,”mahluk macam apakah manusia ini, yang diciptakan laki-laki atau perempuan”. Beberapa ahli berpendapat bahwa kata kita untuk menyatakan sesuatu dalam suasana resmi. Hal ini didasarkan bahwa kata Allah dalam bahasa ibrani bentuknya jamak yang dalam kenyataan bentuknya tunggal. Sebab begitu banyaknya pertanyaan tentang siapa kita maka muncul pandangan baru bahwa kata “kita” tersebut merupakan retorik yang tidak perlu dijawab. [4]
            Selanjutnya ketika ditanya macam apa manusia itu, kita perlu terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud dengan istilah “gambar”. Ada pandangan yang mengatakan bahwa manusia itu diberi jiwa dan jiwa tersebutlah yang menjadi segambar dengan Allah. Di dunia kuno, gambar digunakan untuk mengacu pada patung raja yang dikirim ke segala penjuru kerajaan, tempat raja tidak bisa hadir secara langsung. Sehingga apabila ini diterapkan berarti gambar Allah menjadi wakil Allah di bumi. Jadi timbul pernyataan untuk menggarisbawahi kalimat dalam ayat 26 yaitu dimana manusia diberi kekuasaan atas bumi. Sebagaimana Allah memerintah alam surgawi, begitu pula manusia memerintah alam dunia sebagai wakil Allah. Pandangan ini sebenarnya meluhurkan martabat manusia.
            Masalah yang terakhir timbul adalah keterbatasan bahasa modern untuk menterjemahkan bahasa ibrani. Dalam bahasa ibrani, adam secara umum berarti kemanusiaan.  Sehingga dalam kej 1:26 kata yang digunakan adalah adam yang menimbulkan suatu pernyataan terjemahana sebenarnya adalah Allah manciptakan kemanusiaan menurut gambarNya, Ia menciptakan laki-laki dan perempuan. [5]
3. Penutup (hari ketujuh) : hari sabat (berkat) (ay. 2:1-4a)
            Menurut Dian Bergant, hari ketujuh merupakan hari untuk beristirahat Allah. Allah menciptakan selama enam hari dengan delapan tindakan penciptaan. Dengan begitu menunjukkan bahwa hari ketujuh merupakan hari yang sangat penting. Hari istirahat ini merupakan sebuah amanat yang telah dicantumkan dalam Keluaran 20:8 (Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat) yang dikaitkan dengan awal mulanya dunia.[6]
b.      Tafsiran menurut Seto Marsunu dalam Dari Penciptaan sampai Babel
1. Pembukaan (ay.1-2)
Menurut Seto Marsunu,  penciptaan langit dan bumi ditandai dengan dimulainya waktu dan sejarah. Kata menciptakan berarti mengadakan sesuatu sama sekali yang baru dengan cara yang mengagumkan. Dalam kitab suci kata bara hanya digunakan pada Tuhan, Allah Israel dan tidak pernah dikenakan pada dewa-dewa bangsa lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa penciptaan merupakan karya Allah dan menjadi milik Allah. Meskipun ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa Kej 1;1-2:4a berasal dari orang-orang Israel yang sedang menjalani masa pembuangan di Babel pada abad VI SM setelah Israel dikalahkan oleh Babel. Sehingga meragukan iman bangsa Israel yang menggangap bahwa penciptaan berasal dari para dewa. Walaupun begitu penciptaan tetap merupakan milik Allah. Dalam Kejadian ay.1 ditunjukkan bahwa Allah menciptaka dari ketiadaan, keseluruhan kisah penciptaan yang dilakukan oleh Allah itu lebih merupakan pengaturan dan pembentukan.[7]
Sebelum Allah memulai karya penciptaannya, bumi belum berbentuk dan kosong sementara samudera raya diliputi kegelapan. Sehingga bumi nampak begitu kacau dan Allah dengan penuh kekacauan alam semesta ini memulai karya penciptaanNya. Oleh karena itu, proses penciptaan digolongkan menjadi dua bagian menurut Seto yaitu Tahap I (hari pertama-hari ketiga) : Tuhan menciptakan ruang-ruang alam yang besar setelah mengatur “alam” yang kacau balau: terang dipisahkan dari gelap, air di atas bumi dipisahkan dari air di bawah bumi, air dipisahkan dari daratan. Tahap II (hari keempat-hari keenam) : Tuhan mengisi ruang-ruang ini dengan benda-benda penerang, bintang-bintang, ikan-ikan dan burung-burung, binatang-binatang daratan dan akhirnya manusia.[8]
2. Penciptaan isi dunia dan bumi (3-31)
2. 1 Tahap I (Hari I-III)
            Pada hari pertama (ay.3-5) Allah menciptakan terang dan memisahkan terang itu dari gelap. Terang yang dimaksud merupakan terang dalam dirinya sendiri dan tidak mengacu kepada matahari sebagai sumber terang. Allah memberikan nama kepada terang dan gelap untuk menunjukkan bahwa Ia berkuasa penuh atas terang dan gelap itu. Pada hari kedua (ay.6-8) Allah menciptakan cakrawala. Cakrawala diibaratkan sebagai suatu kubah kokoh yag dapat menahan air yang ada di atasnya. Cakrawala diciptakan untuk memisahkan air yang ada di atasnya. Cakrawala diciptakan untuk memisahkan air yang ada di bawah cakrawala dari air yang ada di atasnya. Tentang cakrawala dinyatakan bahwa “cakrawala itu baik”. Tingkap-tingkap dalam cakrawala itu sendiri telah diatur Allah dengan sedemikian rupa. Pada hari ketiga (ay.9-13) Allah mengumpulkan air yang ada si bawah langit itu pada satu tempat sehingga tampaklah daratan yang sebelumnya tertutup oleh air. Sehingga Allah memisahkan air dari daratan yang akhirnya terlihat mana laut dan darat. Dengan demikian Allah berfirman untuk menumbuhkan segala jenis tumbuhan supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi. Tuhan memberikan kesuburan kepada segala tumbuhan ini sehingga kelangsungan hidupnya terpelihara. Tumbuhan yang ada di bumi yaitu tumbuhan yang berbiji dan pohon-pohon yang menghasilkan buah yang berbiji.[9]
2. 1 Tahap II (Hari IV-V)
            Pada hari keempat (ay.14-19) Allah mulai mengisi ruang-ruang yang telah selesai dikerjakanNya. Ia membuat benda-benda penerang yang dipasang pada cakrawal. Benda-benda penerang itu diciptakan untuk memisahkan siang dan malam, untuk memisahkan terang dari gelap, untuk menerangi bumi dan untuk menjadi tanda yang menunjukkan masa, hari dan tahun. Benda-benda tersebut diciptakan untuk menentukan waktu, terutama yang berkaitan dengan hari-hari ibadat, yang sangat dibutuhkan oleh bangsa Israel. Benda-benda penerang tersebut sebagai penerang yang besar dan penerang yang kecil dan tidak disebut sebagai matahari dan bulan karena pada suku-suku atau bangsa-bangsa sekitar Israel matahari dan bulan disembah oleh para dewa. Bangsa Israel menilai bahwa benda-benda penerang diciptakan untuk melayani manusia atau demi kepentingan manusia.[10]
            Pada hari kelima (ay.20-23) Allah menciptakan “mahkluk hidup” untuk mengisi laut dan udara. Ia menciptakan  binatang-binatang laut dan burung-burung. Allah memberikan perintah untuk berkembang biak dan bertambah banyak. Pada hari keenam (ay. 24-31), Allah mengisi daratan dengan menciptakan binatang ternak, binatang melata dan segala binatang liar (ay.24-25). Selanjutnya Allah mengungkapkan kehendakNya untuk menciptakan manusia. Manusia diciptakan sebagai puncak segala makhluk ciptaan Allah. Perbedaan manusia dengan tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang terutama tampak dalam terciptanya manusia menurut citra Allah. Allah dengan manusia terdapat keserupaan. Dasar persamaan Allah dengan manusia terletak pada bidang rohani. Keserupaan itu membedakan manusia dengan binatang dan terletak dalam kodrat manusia yang berakal budi, berkehendak bebas, berkuasa atas alam ciptaan dan terutama dalam kesanggupan berdialog dengan Allah, Sang Pencipta. Allah memberkati manusia dan memberikan mereka perintah untuk beranak cucu dan untuk menguasai segala binatang yang telah diciptakanNya.[11]
3. Penutup (hari ketujuh) : hari sabat (berkat) (ay. 2:1-4a)
            Setelah enam hari bekerja dan menyelesaikan karyaNya itu, Allah beristirahat pada hari ketujuh. Ia memberkati hari itu dan menguduskannya. Istirahat Tuhan ini memberikan dasar teologis pada hukum sabat dalam masyarakat Israel. Hukum ini berasal dari Tuhan sendiri dengan menetapkan hukum ini, Ia pun menetapkan irama kehidupan manusia di dunia ini. Hari ketujuh adalah hari istirahat untuk mengenangkan anugerah kurnia Tuhan.[12]
c.   Tafsiran menurut Stuart briscoe dalam Mastering The Old Testament
            Kata kunci yang menjelaskan tindakan Allah dalam Kejadian pasal 1 adalah "menciptakan" dan digunakan dalam hubungannya dengan "langit dan bumi" (ayat 1), "makhluk laut yang besar" (ayat 21), dan "manusia" ( ayat 27). Jika kita mengambil kejadian pertama berarti tindakan Allah dalam membawa alam semesta menjadi ada, yang kedua sebagai pernyataan yang berkaitan dengan awal kehidupan hewan, dan yang ketiga untuk memperkenalkan keberadaan manusia kita bisa melihat kata dicadangkan untuk menggambarkan tindakan yang bersifat Tuhan. Dia bertanggung jawab untuk bahan yang berasal untuk semua hal, semua yang bernyawa, dan apa yang unik dari manusia. Setelah diperkenalkan ke "langit dan bumi" dalam ayat 1 kita segera memfokuskan perhatian kita bumi yang digambarkan sebagai "tanpa bentuk dan kosong dan gelap gulita menutupi samudera".[13]
Tentu kejadian adalah permulaan bumi dengan referensi khusus untuk penduduknya dan Tuhan yang berurusan dengan mereka melalui orang yang dipilihnya. Ada dua kata yang menggambarkan aktivitas kreatif Allah yaitu perkembangan dan kekuasaan. Kata-kata ibrani “tohu wa vohu” digunakan dalam ekspresi berbentuk dan kosong, begitu mencolok bahwa itu ternyata digunakan untuk membelah para pembaca, perhatian pada kondisi penciptaan dalam tahap awal. Bahwa Allah menciptakan ex nihilo, meskipun tidak secara eksplisit dinyatakan. Seperti dalam pernyataan Paulus tentang Allah "yang memberi hidup kepada orang mati dan panggilan menjadi ada hal-hal yang tidak ada". Rupanya penciptaan berkembang dari keadaan ketiadaan melalui keadaan tak berbentuk dan kekosongan ke kondisi yang mana tak berbentuk yang memberi jalan untuk bentuk dan kekosongan menyerah kepada kepenuhan.
Enam hari penciptaan disajikan sedemikian rupa untuk menunjukkan struktur sastra-hati. Pada hari 1 "cahaya" terbentuk. Pada hari 4 "dua cahaya yang besar ... bintang-bintang juga". Pada hari 2 "membuat dewa cakrawala, dan membelah air". Pada hari ke 5 ada diisi dengan "makhluk laut yang besar ... dan setiap burung yang bersayap hari ". Pada hari 3 "bumi" dibentuk bersama dengan vegetasi. Pada hari 6 "tuhan menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya ... dan Allah berkata kepada mereka, berbuah dan berkembang biak, memenuhi bumi. Perdebatan telah berpusat di sekitar hari-hari penciptaan. Apakah mereka dipahami sebagai hari harafiah dari dua puluh empat jam yang ditetapkan dalam seminggu literal, atau ada penjelasan lain dari mereka? Ada siswa hormat ketika firman Allah yakin bahwa mereka bisa memberitahu kami ketika Allah menciptakan dunia dan bahkan menetapkan tanggal penciptaan manusia.[14]
Pembicaraan ilmuwan alam meyakinkan dalam hal jutaan tahun dan era evolusi sementara orang percaya Alkitab melihat pada enam hari dan keajaiban apa yang di bumi harus dilakukan. Meskipun tidak akan membuat semua orang senang, dapat berfungsi untuk membuat banyak lebih bijaksana. Ini sama sekali tidak masuk akal untuk percaya bahwa hari, yang dapat diterjemahkan cukup sah sebagai "periode" tidak merujuk kepada hari harfiah tetapi untuk masa dan usia di mana pekerjaan progresif Allah sedang dicapai. Beberapa yang menemukan penafsiran ini tidak dapat diterima menunjukkan bahwa periode waktu yang diakhiri dengan hari literal di mana proses penciptaan terpenuhi.  Kejadian lain yang sedang mengajar bahwa Allah menyatakan aktivitas buatan Nya dalam enam hari bukan dilakukan dalam periode seperti itu.
Para pemimpin terhadap masalah lain yang berkaitan dengan hari-hari yang memerlukan perhatian kita. Satu hal yang kita dapat setuju dan itu adalah bahwa tidak ada perjanjian lengkap! Tapi fakta ini seharusnya tidak diperbolehkan untuk mengaburkan fakta bahwa jauh lebih signifikan beasiswa alkitabiah hormat dan ilmu-hati jujur ​​dapat terus membawa kita ke pemahaman semakin harmonis dan penciptaan ilahi. Penciptaan progresif yang ditunjukkan bergerak dari bentuk ke bentuk tak berbentuk melalui kepenuhan  dan juga dinyatakan dalam pengembangan hal- hal yang diciptakan - mineral, tumbuh- tumbuhan, hewan dan ke puncak penciptaan: manusia.Sebagaimana telah kita lihat, sedangkan penciptaan alam semesta sangat penting untuk Kejadian, ada konsentrasi di Bumi sama, sementara semua aspek ciptaan yang signifikan, fokusnya adalah jelas pada manusia.[15]
Pada pengertian sebenarnya adalah kisah Allah yang berurusan dengan pria dan wanita di bumi. Allah berbicara kepada umat manusia tentang manusia. Apa yang dia katakan? Jawabannya: "maka Allah berkata, Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa menurut kita, membiarkan mereka memiliki dominin ...... (ayat 26 - 28). Tuhan berkata kepada pria dan wanita yang masing-masing diciptakan menurut gambar ilahi. Ini tidak berarti bahwa Allah memiliki bentuk pria atau wanita tapi hal itu menunjukkan masing-masing dengan cara tertentu merupakan cerminan dari Allah. Pria dan wanita tidak memiliki asal mereka dan karena itu, menemukan identitas mereka pada hewan, sayuran, atau departemen mineral, meskipun mereka memiliki kedekatan dengan masing-masing. Asal manusia dan identitas di dalam Tuhan. Upaya telah dilakukan untuk menunjukkan bahwa pria dan wanita diciptakan menurut Allah, citra dalam arti bahwa mereka memiliki kemampuan asing ke seluruh ciptaan, dan karena itu aspek-aspek unik merupakan citra ilahi. Tetapi refleksi dari ilahi terlihat tidak dalam beberapa bagian terpisah dari pria dan wanita tapi dalam pria dan wanita sebagai kesatuan yang lengkap. Hal itu diungkapkan dan mengambil langkah lebih lanjut, dalam pernyataan itu bahwa itu adalah "manusia .... pria dan wanita "yang merupakan gambar ilahi. Ada suatu masa ketika gambar Allah dianggap tinggal di laki-laki sementara perempuan adalah sesuatu yang lain yang bersifat inferior. [16]
d. Tafsiran menurut Speiser dalam The Ancor Bible
            Penciptaan langit dan bumi dihubungkan dengan masa pada zaman Mesopotamia kuno. Penciptaan di Mesopotamia kuno merupakan penciptan yang dilakukan oleh para dewa. Penciptaan yang dilakukan oleh Allah berpuncak kepada manusia. Gambaran fisik dunia berbeda dengan gambaran dunia masa kini. Gambaran Israel pada masa itu tidaklah berbeda dengan gambaran pada zaman Mesopotamia kuno yang dilukiskan dalam kisah Babel Enuma Elish. Enuma Elish memiliki persamaan dengan kisah penciptaan dari sumber P yaitu :
KEJADIAN
ENUMA ELISH
Roh ilahi menciptakan lewat firman ; segalanya tergantung dari padanya
Roh ilahi dan hal kosmis menyatu sebagai anasir abadi
Bumi sepi kelam mendalam
Khaos :perang dewa-dewi Tiamat
Hari : 1. Terang diciptakan
Terang muncul dari dewata
          2. langit bak tempurung
Cakrawala diciptakan
          3. bumi kering
Bumi kering
          4. penerang di langit
Penerang di langit
          6. manusia diciptakan
Manusia
          7. sabat-berkat
Dewata bersuka cita

            Meskipun tradisi iman menggunakan unsur-unsur yang berbeda dengan Enuma Elish tidak menutup kemungkinan mereka berbeda. Oleh karena itu, sangat jelas apa yang dikatakan Alkitab agar iman kita tidak goyah.[17]
            e. Kesimpulan Tafsiran
Kisah penciptaan merupakan suatu kisah sebuah karya tulis imam yang tersusun dengan sangat teratur dan menyerupai madah. Kisah penciptaan ini kendati sama dengan kisah penciptaan yang berasal dari Babel, Enuma Elisabeth yang menafsirkan kembali mite kuno untuk mereflesikan teologi Israel yang khas.[18] Kisah penciptaan ini dibagi ke dalam dua tahap yaitu :

Tahap I (Hari I-III)
            Hari pertama (ay.3-5) Allah menciptakan terang dan memisahkan terang itu dari gelap. Allah memberikan nama kepada terang dan gelap untuk menunjukkan bahwa Ia berkuasa penuh atas terang dan gelap itu. Pada hari kedua (ay.6-8) Allah menciptakan cakrawala. Cakrawala diibaratkan sebagai suatu kubah kokoh yag dapat menahan air yang ada di atasnya. Cakrawala diciptakan untuk memisahkan air yang ada di atasnya. Pada hari ketiga (ay.9-13) Allah mengumpulkan air yang ada si bawah langit itu pada satu tempat sehingga tampaklah daratan yang sebelumnya tertutup oleh air. Sehingga Allah memisahkan air dari daratan yang akhirnya terlihat mana laut dan darat. Dengan demikian Allah berfirman untuk menumbuhkan segala jenis tumbuhan supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi.
Tahap II (Hari IV-V)
            Pada hari keempat (ay.14-19) Allah mulai mengisi ruang-ruang yang telah selesai dikerjakanNya. Ia membuat benda-benda penerang yang dipasang pada cakrawal. Benda-benda penerang itu diciptakan untuk memisahkan siang dan malam, untuk memisahkan terang dari gelap, untuk menerangi bumi dan untuk menjadi tanda yang menunjukkan masa, hari dan tahun. Pada hari kelima (ay.20-23) Allah menciptakan “mahkluk hidup” untuk mengisi laut dan udara. Ia menciptakan  binatang-binatang laut dan burung-burung. Allah memberikan perintah untuk berkembang biak dan bertambah banyak. Pada hari keenam (ay. 24-31), Allah mengisi daratan dengan menciptakan binatang ternak, binatang melata dan segala binatang liar (ay.24-25). Selanjutnya Allah mengungkapkan kehendakNya untuk menciptakan manusia. Manusia diciptakan sebagai puncak segala makhluk ciptaan Allah. Perbedaan manusia dengan tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang terutama tampak dalam terciptanya manusia menurut citra Allah. [19]
2. KEJADIAN 2:4b-25
Kata-kata Kunci dalam Kejadian 2:4b-25 yaitu :
- Tuhan Allah                                                  - Taman
- bumi                                                              - Tentang Yang Baik dan yang Jahat
- manusia                                                         - penolong
- tanah                                                             - menamai
- pohon pengetahuan                                       - perempuan
- dibangun-Nya lah                                         - laki-laki
- satu daging  
            Kejadian 2:4b-25 merupakan pernyataan penciptaan dunia menurut versi Y (Yahwis) dengan gaya sebuah narasi. Penciptaan menurut Y ini diawali oleh bagian pertama yang terdiri dari ayat 4b sampai 9; lalu kemudian ayat 10-14; setelah itu, bagian ayat 15-17 dan bagian terkahir, yaitu ayat 18-25. Dalam rangka memberi gambaran penafsiran yang jelas, maka berikut ini akan dipaparkan penafsiran menurut pembagian yang dimaksud di atas, yaitu :
1. Kejadian 2:4b-9 :
            Bagian ini merupakan bagian awal narasi tentang penciptaan yang diawali dengan penciptaan langit dan bumi (ayat 4b).  Allah menciptakan bumi dan langit dari ketidakadaan menjadi ada.[20] Bumi digambarkan sebagai padang yang perlu ditaburi dan diusahakan. Ini dapat ditafsirkan sebagai gambaran pentahbisan manusia sebagai puncak atau inti dari penciptaan menurut sumber Y. Manusia adalah mahluk pertama yang diciptakan oleh Allah dan disusul dengan penciptaan taman, hewan-hewan dan perempuan.[21] Manusia dan ciptaan-ciptaan Allah selanjutnya adalah sebuah rangkaian, dimana manusia sebagai titik sentralnya. Allah menciptakan manusia dan ciptaan lain diciptakan di sekeliling manusia untuk kepentingan manusia.[22] Namun pada ayat berikutnya, dinyatakan kewajiban manusia terhadap ciptaan-Nya yang lain. Ini adalah rangkaian yang dimaksud.
            Ayat 5 menggambarkan air sebagai unsur penting yang belum ada di bumi, sehingga semakin menggambarkan bumi sebagai tanah yang belum dikelola. Kemudian, air yang menjadi unsur penting itu, diturunkan (ayat 6) sebagai tanda untuk memulai penciptaan manusia oleh Allah (ayat 7). Gambaran pada ayat 5-7 tersebut adalah penegasan air dan manusia sebagai bagian yang berintegrasi dengan pengolahan bumi atau tanah.[23] Selain tentunya gambaran bagaimana pusat dari penciptaan adalah surga, sementara manusia adalah pusat dari segala kepentingan penciptaan dunia. Hal ini akan semakin diperjelas dalam ayat-ayat selanjutnya.
            Selain itu, pada ayat 7 kata “adam” (הָֽאָדָ֖ם ) dapat diartikan sebagai manusia yang memiliki hubungan dengan kata (אֲדָמָ֔ה ) yang berarti bumi atau tanah. Kedua kata itu memiliki persamaan bunyi sehingga seperti menjadi sinyal dari sumber Y untuk menegaskan hubungan antara manusia dan tanah, seperti yang sudah diungkapkan di atas. Pada ayat 7 juga dinyatakan manusia sebagai mahluk hidup hanya menjadi “hidup” setelah nafas Ilahi dihembuskan kepadanya. Ini menunjukan bahwasannya unsur Ilahi yang dianugerahkan-Nya kepada manusia adalah bukti bahwa manusia memiliki ketergantungan hidup kepada Allah. Hanya karena Allah, manusia memiliki kehidupannya. Allah hendak dinyatakan memiliki hubungan yang erat dengan manusia. Hal ini disebabkan karena kata (נֶ֥פֶשׁ ) dapat diartikan dengan “soul”, yang dapat berarti hasrat, lapar, selera dan keinginan. Oleh karena itu, kata tersebut ditafsirkan bahwasannya manusia itu diciptakan dengan nafas Ilahi sehingga manusia menjadi mahluk yang memiliki “soul”. Karena nafas dari Allah menjadikannya hidup, maka “soul” yang menjadi unsur dari manusia tersebut berasal dari Allah sehingga manusia menjadi cerminan dari “soul” milik Allah, yaitu sebagai pemenuhan keinginan Allah untuk memiliki hubungan dengan Allah. Dalam hal ini, gambaran manusia semakin nyata untuk ditegaskan sebagai mahluk yang istimewa dan pantas untuk menjadi pusat dari narasi penciptaan ini.
            Ayat 8 melukiskan penciptaan Taman di Eden yang ditafsirkan sebagai taman yang berisi pepohonan atau lebih dekat pengertiannya dengan kebun. Kebun semacam ini di dalam kebudayaan Timur Tengah Kuno hanya dimiliki oleh raja yang besar.[24] Dalam hal ini penulis Kejadian 2, hendak menegaskan bahwa Allah adalah pembuat dan pemilik dari kebun atau Taman Eden tersebut. Kata “eden” mungkin dapat saja dikaitkan secara geografi. Namun sebaiknya kata tersebut diartikan dengan pengertian “kebahagiaan” atau “bliss”. Apabila hal ini disepakati, maka Taman Eden dapat diartikan sebagai kebun milik Allah dan menjadi tempat kediaman Allah sebagai pembuatnya, yang juga melambangkan sebuah tanah yang diberkati untuk memberi kebahagiaan. Dalam hal ini, tanah ini memang dipersiapkan Allah untuk dianugerahkan kepada manusia sebagai mahluk yang istimewa bagi Allah.
            Ayat 9 merupakan deskripsi keistimewaan atau kenikmatan dari Taman Eden yang dibuat, dimiliki dan didiami Allah. Keistimewaan tersebut dilambangkan dengan sejumlah pohon dan “pohon kehidupan” yang berada ditengah-tengah kebun itu dan “pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat” sebagai karya ciptaan Allah.[25]
2. Kejadian 2:10-14
            Bagian kedua ini mungkin dianggap mengganggu kisah dari bagian yang sebenarnya sudah dibuat untuk menyatakan hubungan antara bumi atau tanah dengan manusia dan penganuhgeraan Tanah yang Diberkati kepada manusia. Namun apabila dicermati, ayat 10-14 memiliki hubungan dengan ayat 8.[26] Penyebutan empat sungai yang mengalir dari Eden mungkin dapat dipahami sebagai petunjuk untuk menyebutkan lokasi Eden (ayat 11-14). Namun, hal yang terpenting dari bagian ini adalah pernyataan bahwasannya air yang diturunkan untuk membasahi taman itu masih dapat mengalir menuju empat cabang, maka dapat dikatakan bahwa Taman Eden adalah tempat persediaan air di dunia yang mencukupi daerah tersebut dan daerah-daerah lain melalui empat cabang aliran sungai tersebut.[27] Ini akan membawa kepada pemahaman bahwa Eden yang dimaksud adalah surga yang akan terus mengalirkan air kepada tempat dimana manusia tinggal setelah kejatuhan dosanya. Dan juga seperti yang disebutkan sebelumnya, di dalam pemahaman Timur Tengah Kuno, air adalah unsur pengolahan bumi bersama dengan manusia. Oleh karena itu, bagian ini juga dapat ditafsirkan sebagai gambaran tentang Taman Eden sebagai tempat kediaman Allah yang menciptakan segala sesuatu kehidupan di bumi. Namun bagian ini juga merupakan gambaran Eden sebagai sebuah tempat yang benar-benar riil secara historis sebagai daerah yang kaya atau subur di masa lampau sehingga apabila dikaitkan dengan ayat 8 dan ayat 15, maka Taman Eden adalah suatu tempat yang didiami oleh manusia.
3. Kejadian 2:15-17
            Bagian berikut ini bagian perintah kepada manusia. Pertama, pada ayat 15, kembali dinyatakan gambaran Taman Eden sebagai sebuah lokasi hidup manusia yang sudah diciptakan Allah, seperti yang sudah dinyatakan pada ayat 8 dan ayat 10-14. Ayat 15 juga merupakan sebuah pernyataan bahwasannya manusia memang memiliki takdir untuk bekerja menjaga dan mengupayakan tanah atau alam yang diberikan Allah kepadanya.[28] Dan alam yang dimaksud bukanlah milik manusia. Sementara itu, ayat 16-17 yang menyatakan larangan untuk memakan buah dari pohon pengetahuan adalah pernyataan tentang batasan-batasan yang diperitahkan Allah kepada manusia. Hal ini juga menggambarkan bahwa pada dasarnya, hakikat hidup manusia adalah hidup di dalam perintah-Nya sebab manusia diciptakan dengan nafas-Nya sehingga manusia hidup bergantung kepada-Nya (ayat 7).
            Pohon pengetahuan sebagai pohon yang tidak boleh dimakan buahnya dalam ayat 16-17 ini juga merupakan peringatan yang menjadi lanjutan dari penyebutan tentang pohon tersebut di dalam ayat 9. Tentunya manusia memang patut mendapat hukuman setelah sebelumnya sudah diberi nasehat atau peringatan. Hukuman yang dimaksud bukanlah kekekalan, meskipun dalam tradisi Timur Tengah Kuno, Pohon Pengetahuan tersebut berbicara tentang kekekalan, sehingga memakan buahnya akan memberi garansi kekekalan, namun, hukuman dari memakan buah itu adalah kematian.[29] Apabila Taman Eden ditafsirkan sebagai surga (lihat tafsiran untuk ayat 8), maka hidup di dalam surga adalah hasil dari pemenuhan kepatuhan kepada Allah seperti yang digambarkan dalam ayat 16-17.
            Sementara itu, mengenai Pohon Pengetahuan Tentang Yang Baik dan Yang Jahat dapat ditafsirkan sebagai keadaan kemahatahuan atau menjadi maha mengetahui. Apabila buah dari pohon itu dimakan, maka manusia sudah memiliki pengalaman untuk menjadi yang Maha Tahu atau menjadi bebas akibat Kemahatahuan tersebut. Kemahatahuan itu berkaitan dengan perbuatan yang baik dan yang jahat. Masalahnya, apa yang baik dan yang jahat pada dasarnya memiliki standar. Standar itu tidak ditentukan oleh manusia, namun nilai-nilai yang menjadi standar itu ditentukan oleh Allah, yaitu sebagai segala sesuatu yang diperintah atau dilarang oleh Allah. Sebab hanya Allah yang Maha Mengetahui, apa yang baik dan apa yang jahat. Sementara manusia memiliki ide atau pandangan sendiri-sendiri tentang hal ini. Apabila manusia sekehendak hati melakukan segala sesuatu dengan standar atau pemikirannya sendiri, tentunya batasan mengenai yang baik dan yang jahat menjadi kabur. Manusia yang tidak bermoral sekalipun akan tetap memandang perbuatan amoralnya sebagai sesutau yang baik dari sisinya sendiri. Segala sesuatu mengenai hal ini menjadi penekanan, karena manusia memiliki jiwa (soul) sebagai pemberian Allah yang dilengkapi juga dengan akal budi.[30]

4. Kejadian 2:18-24
            Bagian ini adalah bagian yang menggambarkan penciptaan perempuan. Perempuan pada nats ini menjadi perlambang sebagai penolong yang sepadan bagi manusia pertama yang diciptakan-Nya. Namun bagian narasi ini, diawali dengan bagian penciptaan binatang yang juga bertujuan untuk memberi manusia penolong yang sepadan. Binatang-binatang itu diciptakan serupa dengan bagaimana Allah menciptakan manusia (ayat 19). Akan tetapi, dalam hal ini manusia tetaplah menjadi mahluk yang istimewa dibandingkan binatang. Sebab Allah memberi kewenangan bagi manusia untuk menamai binatang-binatang tersebut sebagai pertanda manusia berkuasa atas mereka (ayat 20).[31] Sekali lagi tampak bagaimana manusia menjadi sentral dari ciptaan-ciptaan Allah lainnya. Namun penamaan yang dilakukan oleh manusia tersebut, bukan hanya menunjukan bagaiamana manusia memiliki keistimewaan intelektual melalui pengetahuan berbahasa, akan tetapi lebih kepada keistimewaan intelektual untuk memahami binatang-binatang tersebut sehingga dapat membedakan mana yang dapat dimanfaatkan untuk menolong hidupnya dan mana yang dapat mengganggu hidupnya.
            Selanjutnya, ketika Allah memahami bahwa binatang bukanlah penolong yang sepadan dengan manusia, maka Allah menciptakan bagi manusia pertama-Nya, seorang perempuan. Pernyataan Allah membuat manusia itu tertidur dan mengambil rusuknya untuk menciptakan seorang perempuan baginya (Ayat 21-22) merupakan gambaran bagaimana proses penciptaan yang dilakukan-Nya tidak terlihat oleh manusia atau misterius bagi manusia.[32] Manusia tidak dapat menyelami keajaiban proses penciptaan yang dilakukan Allah. 
            Ayat 21-25 juga di satu sisi sering ditafsirkan sesuai dengan kedudukan perempuan dalam kehidupan Timur Tengah Kuno yang berada di bawah laki-laki. Hal ini disebabkan karena perempuan diciptakan sebagai penolong yang sepadan bagi laki-laki. Penulis tentunya memiliki sudut pandang yang demikian. Namun dalam hal ini, penulis bukan hanya hendak menegaskan tanggung jawab perempuan dalam sebuah pernikahan, tetapi juga hendak menegaskan martabat perempuan yang sejajar dengan laki-laki.[33] Dasarnya tentu adalah kemisteriusan Allah dalam menciptakan perempuan dengan tulang rusuk laki-laki (manusia). Ini adalah gambaran bahwa pada dasarnya bahan yang digunakan adalah sama sehingga ada kesamaan antara laki-laki (manusia) dengan perempuan.
            Ayat 24 juga menjadi gambaran hukum sosial dalam kerangka hukum Allah, yaitu hakikat manusia sebagai mahluk sosial, terkhusus hubungan sosial antara seorang laki-laki dan perempuan di dalam lembaga pernikahan. Disini digambarkan adanya keterkaitan hubungan saling membutuhkan antara laki-laki dan perempuan sebagaimana sudah dinyatakan juga dalam ayat 23 melalui ucapan “Inilah dia”. Sementara ayat 25 adalah gambaran bagaimana seharusnya hubungan dalam lembaga pernikahan itu dijalankan, yaitu di dalam cinta, saling menghargai dan saling tolong-menolong di dalam keterbukaan sehingga keduanya tidak akan mendapat malu.[34]


[1] Lih. Pauline. A. Viviano, “Kejadian” dalam Dianne Bergant dan Robert J. Karris (ed), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Kanisius 2002 : hlm 24.
[2] Lih. Bergant dan Karris, Tafsir Alkitab, hlm. 24.
[3] Lih. Bergant dan Karris, Tafsir Alkitab, hlm. 24-25.
[4] Lih. Bergant dan Karris, Tafsir Alkitab, hlm. 24-25.
[5] Lih. Bergant dan Karris, Tafsir Alkitab, hlm. 25.
[6] Lih. Bergant dan Karris, Tafsir Alkitab, hlm. 25
[7] Lih. Y. M. Seto Marsunu, Dari Penciptaan sampai Babel, Kanisius, Yogyakarta : 2008, hlm: 28-29.
[8] Lih, Marsunu, Dari Penciptaan, hlm : 30.
[9] Lih, Marsunu, Dari Penciptaan, hlm : 30-31.
[10] Lih, Marsunu, Dari Penciptaan, hlm : 32-33.
[11] Lih, Marsunu, Dari Penciptaan, hlm : 33-37.
[12]Lih, Marsunu, Dari Penciptaan, hlm : 37.
[13] Lih. Stuart briscoe, “Genesis” dalam Lloyd J. Ogilvie (ed), Mastering The Old Testament, Word Publishing, London 1978 : hlm. 35.
[14] Lih. Ogilvie (ed), Masterin, hlm. 36.

[15] Lih. Ogilvie (ed), Masterin, hlm. 37.
[16] Lih. Ogilvie (ed), Masterin, hlm. 38.
[17] Lih. E. A. Speiser, The Ancor Bible :Genesis, Double day & Company, New York : 1964, hlm. 9-11.
[18] Lih. Bergant dan Karris, Tafsir Alkitab, hlm. 24.
[19]Lih, Marsunu, Dari Penciptaan, hlm : 32-37.

[20] Lih. Johanes Calvin, Institutio: Pengajaran Agama Kristen, BPK-GM, Jakarta 2009: hlm. 41 (selanjutnya akan disebut “Institutio”).
[21] Lih. Gerhard Von Rad, Genesis: A Commentary, Westminter Press, Philadelphia 1956: hlm. 74 (selanjutnya akan disebut “Genesis”).
[22] Lih. E.A. Speiser, The Ancor Bible : Genesis, Double Day & Company, New York 1964 : hlm. 18. (selamjutnya akan disebut “The Ancor Bible”).
[23] Lih.Pauline A Viviano, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama (Editor : Dian Bergant & Robert J. Karris ), Kanisius, Yogyakarta 2002: hlm. 37 (selanjutnya akan disebut “Tafsir Alkitab”).
[24] Lih. Gerhard Von Rad, Genesis, hlm. 75.
[25] Lih. Gerhard Von Rad, Genesis, hlm. 76.
[26] Lih., Pauline A Viviano, Tafsir Alkitab, hlm. 37.
[27] Lih. Gerhard Von Rad, Genesis, hlm. 78.
[28] Lih., Pauline A Viviano, Tafsir Alkitab, hlm. 37.
[29] Lih. Gerhard Von Rad, Genesis, hlm. 79.
[30] Lih. Johanes Calvin, Institutio, hlm. 47.
[31] Lih., Pauline A Viviano, Tafsir Alkitab, hlm. 38.
[32] Lih. Gerhard Von Rad, Genesis, hlm. 80.
[33] Lih., Pauline A Viviano, Tafsir Alkitab, hlm. 38.
[34] Hlm.51-52.

Tidak ada komentar: