I. KEJADIAN 1:1-2:4a
Kata-kata
kunci dalam kej 1:1-2:4a yaitu :
-
Pemberitahuan: “Berfirmanlah Allah ........”
-
Perintah :
“Jadilah .......”
-
Laporan :
“Maka terjadilah .....”
-
Evaluasi :
“Dan Allah melihat bahwa itu baik.”
-
Bingkai Waktu : “Jadilah petang ......,
jadilah pagi ......”
a.
Tafsiran
menurut Pauline dalam Terjemahan Alkitab Perjanjian Lama
1. Pembukaan (ay.1-2)
Menurut
Pauline dalam Dian Bergant, kisah penciptaan merupakan suatu kisah sebuah karya
tulis imam yang tersusun dengan sangat teratur dan menyerupai madah. Kisah
penciptaan ini kendati sama dengan kisah penciptaan yang berasal dari Babel,
Enuma Elisabeth yang menafsirkan kembali mite kuno untuk mereflesikan teologi
Israel yang khas. Kisah penciptaan dalam Kejadian merupakan sebuah konflik
tetapi Allah menciptakan dunia hanya dengan kekuatan sabda ilahi. Di dalam
pembukaan ini ditunjukkan bahwa Allah merupakan pelaku utama dan penciptaan
merupakan hasil tindakan Allah. [1]
2. Penciptaan isi dunia dan bumi
(3-31)
2.1
Penciptaan isi dunia
Menurut Pauline dalam Dian Bergant
bahwa Allah merupakan pelaku utama dalam penciptaan. Dunia merupakan suatu masa
yang tidak berbentuk. Gambaran dunia tersebut merupakan gambaran yang
diibaratkan seperti mitologi Timur Dekat Kuno. Penciptaan ini dimulai dengan penciptaaan
pertama yaitu terang yang dihubungkan dengan penciptaan penerang pada hari
keempat. Selanjutnya cakrawala diciptakan untuk memisahkan air yang di atas
dengan air yang di bawah menjadi tempat hidup bagi burung, sementara air yang
di bawah penuh dengan ikan-ikan. Binatang-binatang dan manusia yang mendiami
bumi makan tumbuh-tumbuhan. Gambaran penciptaan ini menunjukkan suatu yang
susunan yang tertib.[2]
Oleh karena itu, dapat dilihat
bagaimana kisah penciptaan iu dengan penuh takjub. Tindakan pertama penciptaan
adalah terang meskipun benda-benda penerang belum diciptakan. Menurut penulis
bahwa terang tersebut bukanlah merupakan milik para dewa seperti yang
dibicarakan ole Enuma Elish melainkan suatu unsur dari dunia penciptaan. Kata
terang tersebut merupakan sebuah nama yang diberikan oleh Allah (bnd.ay.5).
Sehingga terlihat bahwa Allah mempunyai kuasa atas terang tersebut seperti
tradisi orang-orang Israel kuno dan pada bagian ini juga diterangkan bagaimana
Allah mengakhirinya dengan kerangka waktu yang mencerminkan bagaimana cara
orang Israel kuno menghitung waktu (hari).
Selanjutnya Allah menciptakan
cakrawala yang memisahkan air di atas langit dari air yang ada di bawah. Langit
digambarkan sebagai mangkok terbalik untuk menjaga air yang ada di atas agar
tetap pada tempatnya. Mangkok itu mempunyai jendela-jendela agar hujan, salju
dan hujan es bisa jatuh ke bumi. Air yang muncul ke permukaan bumi akan
terwujud dalam sungai-sungai, danau-danau dan sumber air. Air memberi batas
pada permukaan air sehingga daratan masih bisa kelihatan. Selanjutnya, Allah
menciptakan tumbuh-tumbuhan untuk berkembang biak. Allah memberi kekuatan
kepada tumbuh-tumbuhan untuk menghasikan buah dan biji.
Tidak beberapa lama Allh menciptakan
benda-benda penerang dan menempatkannya di cakrawala seperti matahari, bulan,
bintang dan lain-lain. Dalam dunia kafir kuno matahari dan bulan dianggap
sebagai dewa-dewa. Allah menyatakan bahwa matahari dan bulan merupakan
unsur-unsur dari alam semesta yang diciptakan bukan dewa-dewa yang harus
disembah. Selanjutnya binatang dan manusia diciptakan untuk mendiami bumi.[3]
2.2
Penciptaan manusia
Menurut Pauline dalam Dian Bergant, bahwa
seluruh penciptaan dari hari pertama sampai hari kelima berpuncak pada
penciptaan keenam yaitu manusia. Kelebihan ciptaan ini dinyatakan oleh sumber P
oleh kenyataan bahwa hanya manusialah yang diciptakan menurut gambar dan rupa
dengan Allah (ay.26). Dalam Kej 1:26 ini terdapat tiga ungkapan yang
menimbulkan permasalahan dan sering menimbulkan kebingungan yaitu “siapa
kita”?, “apa artinya kita diciptakan menurut gambar Allah?”,”mahluk macam
apakah manusia ini, yang diciptakan laki-laki atau perempuan”. Beberapa ahli
berpendapat bahwa kata kita untuk menyatakan sesuatu dalam suasana resmi. Hal
ini didasarkan bahwa kata Allah dalam bahasa ibrani bentuknya jamak yang dalam
kenyataan bentuknya tunggal. Sebab begitu banyaknya pertanyaan tentang siapa
kita maka muncul pandangan baru bahwa kata “kita” tersebut merupakan retorik
yang tidak perlu dijawab. [4]
Selanjutnya ketika ditanya macam apa
manusia itu, kita perlu terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud dengan
istilah “gambar”. Ada pandangan yang mengatakan bahwa manusia itu diberi jiwa
dan jiwa tersebutlah yang menjadi segambar dengan Allah. Di dunia kuno, gambar
digunakan untuk mengacu pada patung raja yang dikirim ke segala penjuru
kerajaan, tempat raja tidak bisa hadir secara langsung. Sehingga apabila ini
diterapkan berarti gambar Allah menjadi wakil Allah di bumi. Jadi timbul
pernyataan untuk menggarisbawahi kalimat dalam ayat 26 yaitu dimana manusia
diberi kekuasaan atas bumi. Sebagaimana Allah memerintah alam surgawi, begitu
pula manusia memerintah alam dunia sebagai wakil Allah. Pandangan ini
sebenarnya meluhurkan martabat manusia.
Masalah yang terakhir timbul adalah
keterbatasan bahasa modern untuk menterjemahkan bahasa ibrani. Dalam bahasa
ibrani, adam secara umum berarti kemanusiaan. Sehingga dalam kej 1:26 kata yang digunakan
adalah adam yang menimbulkan suatu pernyataan terjemahana sebenarnya adalah
Allah manciptakan kemanusiaan menurut gambarNya, Ia menciptakan laki-laki dan
perempuan. [5]
3. Penutup (hari ketujuh) : hari
sabat (berkat) (ay. 2:1-4a)
Menurut Dian Bergant, hari ketujuh
merupakan hari untuk beristirahat Allah. Allah menciptakan selama enam hari
dengan delapan tindakan penciptaan. Dengan begitu menunjukkan bahwa hari
ketujuh merupakan hari yang sangat penting. Hari istirahat ini merupakan sebuah
amanat yang telah dicantumkan dalam Keluaran 20:8 (Ingatlah dan kuduskanlah
hari Sabat) yang dikaitkan dengan awal mulanya dunia.[6]
b.
Tafsiran
menurut Seto Marsunu dalam Dari Penciptaan sampai Babel
1. Pembukaan (ay.1-2)
Menurut
Seto Marsunu, penciptaan langit dan bumi
ditandai dengan dimulainya waktu dan sejarah. Kata menciptakan berarti
mengadakan sesuatu sama sekali yang baru dengan cara yang mengagumkan. Dalam
kitab suci kata bara hanya digunakan pada Tuhan, Allah Israel dan tidak pernah
dikenakan pada dewa-dewa bangsa lain. Sehingga dapat dikatakan bahwa penciptaan
merupakan karya Allah dan menjadi milik Allah. Meskipun ada beberapa pendapat
yang mengatakan bahwa Kej 1;1-2:4a berasal dari orang-orang Israel yang sedang
menjalani masa pembuangan di Babel pada abad VI SM setelah Israel dikalahkan
oleh Babel. Sehingga meragukan iman bangsa Israel yang menggangap bahwa
penciptaan berasal dari para dewa. Walaupun begitu penciptaan tetap merupakan
milik Allah. Dalam Kejadian ay.1 ditunjukkan bahwa Allah menciptaka dari
ketiadaan, keseluruhan kisah penciptaan yang dilakukan oleh Allah itu lebih
merupakan pengaturan dan pembentukan.[7]
Sebelum
Allah memulai karya penciptaannya, bumi belum berbentuk dan kosong sementara
samudera raya diliputi kegelapan. Sehingga bumi nampak begitu kacau dan Allah
dengan penuh kekacauan alam semesta ini memulai karya penciptaanNya. Oleh
karena itu, proses penciptaan digolongkan menjadi dua bagian menurut Seto yaitu
Tahap I (hari pertama-hari ketiga) : Tuhan menciptakan ruang-ruang alam yang
besar setelah mengatur “alam” yang kacau balau: terang dipisahkan dari gelap,
air di atas bumi dipisahkan dari air di bawah bumi, air dipisahkan dari
daratan. Tahap II (hari keempat-hari keenam) : Tuhan mengisi ruang-ruang ini
dengan benda-benda penerang, bintang-bintang, ikan-ikan dan burung-burung,
binatang-binatang daratan dan akhirnya manusia.[8]
2. Penciptaan isi dunia dan bumi
(3-31)
2.
1 Tahap I (Hari I-III)
Pada hari pertama (ay.3-5) Allah
menciptakan terang dan memisahkan terang itu dari gelap. Terang yang dimaksud
merupakan terang dalam dirinya sendiri dan tidak mengacu kepada matahari
sebagai sumber terang. Allah memberikan nama kepada terang dan gelap untuk
menunjukkan bahwa Ia berkuasa penuh atas terang dan gelap itu. Pada hari kedua
(ay.6-8) Allah menciptakan cakrawala. Cakrawala diibaratkan sebagai suatu kubah
kokoh yag dapat menahan air yang ada di atasnya. Cakrawala diciptakan untuk
memisahkan air yang ada di atasnya. Cakrawala diciptakan untuk memisahkan air
yang ada di bawah cakrawala dari air yang ada di atasnya. Tentang cakrawala
dinyatakan bahwa “cakrawala itu baik”. Tingkap-tingkap dalam cakrawala itu
sendiri telah diatur Allah dengan sedemikian rupa. Pada hari ketiga (ay.9-13)
Allah mengumpulkan air yang ada si bawah langit itu pada satu tempat sehingga
tampaklah daratan yang sebelumnya tertutup oleh air. Sehingga Allah memisahkan
air dari daratan yang akhirnya terlihat mana laut dan darat. Dengan demikian
Allah berfirman untuk menumbuhkan segala jenis tumbuhan supaya ada
tumbuh-tumbuhan di bumi. Tuhan memberikan kesuburan kepada segala tumbuhan ini sehingga
kelangsungan hidupnya terpelihara. Tumbuhan yang ada di bumi yaitu tumbuhan
yang berbiji dan pohon-pohon yang menghasilkan buah yang berbiji.[9]
2.
1 Tahap II (Hari IV-V)
Pada
hari keempat (ay.14-19) Allah mulai mengisi ruang-ruang yang telah selesai
dikerjakanNya. Ia membuat benda-benda penerang yang dipasang pada cakrawal.
Benda-benda penerang itu diciptakan untuk memisahkan siang dan malam, untuk
memisahkan terang dari gelap, untuk menerangi bumi dan untuk menjadi tanda yang
menunjukkan masa, hari dan tahun. Benda-benda tersebut diciptakan untuk
menentukan waktu, terutama yang berkaitan dengan hari-hari ibadat, yang sangat
dibutuhkan oleh bangsa Israel. Benda-benda penerang tersebut sebagai penerang
yang besar dan penerang yang kecil dan tidak disebut sebagai matahari dan bulan
karena pada suku-suku atau bangsa-bangsa sekitar Israel matahari dan bulan
disembah oleh para dewa. Bangsa Israel menilai bahwa benda-benda penerang
diciptakan untuk melayani manusia atau demi kepentingan manusia.[10]
Pada hari kelima (ay.20-23) Allah
menciptakan “mahkluk hidup” untuk mengisi laut dan udara. Ia menciptakan binatang-binatang laut dan burung-burung.
Allah memberikan perintah untuk berkembang biak dan bertambah banyak. Pada hari
keenam (ay. 24-31), Allah mengisi daratan dengan menciptakan binatang ternak,
binatang melata dan segala binatang liar (ay.24-25). Selanjutnya Allah
mengungkapkan kehendakNya untuk menciptakan manusia. Manusia diciptakan sebagai
puncak segala makhluk ciptaan Allah. Perbedaan manusia dengan tumbuh-tumbuhan
dan binatang-binatang terutama tampak dalam terciptanya manusia menurut citra
Allah. Allah dengan manusia terdapat keserupaan. Dasar persamaan Allah dengan
manusia terletak pada bidang rohani. Keserupaan itu membedakan manusia dengan
binatang dan terletak dalam kodrat manusia yang berakal budi, berkehendak
bebas, berkuasa atas alam ciptaan dan terutama dalam kesanggupan berdialog
dengan Allah, Sang Pencipta. Allah memberkati manusia dan memberikan mereka
perintah untuk beranak cucu dan untuk menguasai segala binatang yang telah
diciptakanNya.[11]
3. Penutup (hari ketujuh) : hari
sabat (berkat) (ay. 2:1-4a)
Setelah enam hari bekerja dan
menyelesaikan karyaNya itu, Allah beristirahat pada hari ketujuh. Ia memberkati
hari itu dan menguduskannya. Istirahat Tuhan ini memberikan dasar teologis pada
hukum sabat dalam masyarakat Israel. Hukum ini berasal dari Tuhan sendiri
dengan menetapkan hukum ini, Ia pun menetapkan irama kehidupan manusia di dunia
ini. Hari ketujuh adalah hari istirahat untuk mengenangkan anugerah kurnia
Tuhan.[12]
c. Tafsiran menurut Stuart briscoe dalam Mastering
The Old Testament
Kata kunci yang
menjelaskan tindakan Allah dalam Kejadian pasal 1 adalah
"menciptakan" dan digunakan dalam hubungannya dengan "langit dan
bumi" (ayat 1), "makhluk laut yang besar" (ayat 21), dan
"manusia" ( ayat 27). Jika kita mengambil kejadian pertama
berarti tindakan Allah dalam membawa alam semesta menjadi ada, yang kedua
sebagai pernyataan yang berkaitan dengan awal kehidupan hewan, dan yang ketiga
untuk memperkenalkan keberadaan manusia kita bisa melihat kata dicadangkan
untuk menggambarkan tindakan yang bersifat Tuhan. Dia bertanggung jawab
untuk bahan yang berasal untuk semua hal, semua yang bernyawa, dan apa yang
unik dari manusia. Setelah diperkenalkan ke "langit dan bumi"
dalam ayat 1 kita segera memfokuskan perhatian kita bumi yang digambarkan sebagai
"tanpa bentuk dan kosong dan gelap gulita menutupi samudera".[13]
Tentu kejadian adalah permulaan bumi
dengan referensi khusus untuk penduduknya dan Tuhan yang berurusan dengan
mereka melalui orang yang dipilihnya. Ada dua kata yang menggambarkan aktivitas
kreatif Allah yaitu perkembangan dan kekuasaan. Kata-kata ibrani “tohu wa vohu”
digunakan dalam ekspresi berbentuk dan kosong, begitu mencolok bahwa itu
ternyata digunakan untuk membelah para pembaca, perhatian pada kondisi
penciptaan dalam tahap awal. Bahwa
Allah menciptakan ex nihilo, meskipun tidak secara eksplisit dinyatakan.
Seperti dalam pernyataan Paulus tentang Allah "yang memberi hidup kepada
orang mati dan panggilan menjadi ada hal-hal yang tidak ada". Rupanya penciptaan berkembang dari keadaan
ketiadaan melalui keadaan tak berbentuk dan kekosongan ke kondisi yang mana tak
berbentuk yang memberi jalan untuk bentuk dan kekosongan menyerah kepada
kepenuhan.
Enam hari penciptaan disajikan sedemikian
rupa untuk menunjukkan struktur sastra-hati. Pada
hari 1 "cahaya" terbentuk. Pada
hari 4 "dua cahaya yang besar ... bintang-bintang juga". Pada hari 2 "membuat dewa
cakrawala, dan membelah air". Pada
hari ke 5 ada diisi dengan "makhluk laut yang besar ... dan setiap burung yang bersayap hari
". Pada hari 3
"bumi" dibentuk bersama dengan vegetasi. Pada hari 6 "tuhan menciptakan
manusia itu menurut gambar-Nya ... dan Allah berkata kepada mereka, berbuah dan
berkembang biak, memenuhi bumi. Perdebatan
telah berpusat di sekitar hari-hari penciptaan. Apakah mereka dipahami sebagai hari
harafiah dari dua puluh empat jam yang ditetapkan dalam seminggu literal, atau
ada penjelasan lain dari mereka? Ada
siswa hormat ketika firman Allah yakin bahwa mereka bisa memberitahu kami
ketika Allah menciptakan dunia dan bahkan menetapkan tanggal penciptaan
manusia.[14]
Pembicaraan ilmuwan
alam meyakinkan dalam hal jutaan tahun dan era evolusi sementara orang percaya
Alkitab melihat pada enam hari dan keajaiban apa yang di bumi harus
dilakukan. Meskipun tidak akan membuat semua orang senang, dapat berfungsi
untuk membuat banyak lebih bijaksana. Ini sama sekali tidak masuk akal
untuk percaya bahwa hari, yang dapat diterjemahkan cukup sah sebagai
"periode" tidak merujuk kepada hari harfiah tetapi untuk masa dan
usia di mana pekerjaan progresif Allah sedang dicapai. Beberapa yang
menemukan penafsiran ini tidak dapat diterima menunjukkan bahwa periode waktu
yang diakhiri dengan hari literal di mana proses penciptaan terpenuhi.
Kejadian lain yang sedang mengajar bahwa Allah menyatakan aktivitas buatan Nya
dalam enam hari bukan dilakukan dalam periode seperti itu.
Para pemimpin terhadap
masalah lain yang berkaitan dengan hari-hari yang memerlukan perhatian
kita. Satu hal yang kita dapat setuju dan itu adalah bahwa tidak ada perjanjian
lengkap! Tapi fakta ini seharusnya tidak diperbolehkan untuk mengaburkan
fakta bahwa jauh lebih signifikan beasiswa alkitabiah hormat dan ilmu-hati
jujur dapat terus membawa kita ke pemahaman semakin harmonis dan penciptaan
ilahi. Penciptaan progresif yang ditunjukkan bergerak dari bentuk ke
bentuk tak berbentuk melalui kepenuhan
dan juga dinyatakan dalam pengembangan hal- hal yang diciptakan -
mineral, tumbuh- tumbuhan, hewan dan ke puncak penciptaan: manusia.Sebagaimana
telah kita lihat, sedangkan penciptaan alam semesta sangat penting untuk
Kejadian, ada konsentrasi di Bumi sama, sementara semua aspek ciptaan yang
signifikan, fokusnya adalah jelas pada manusia.[15]
Pada pengertian sebenarnya adalah kisah Allah yang
berurusan dengan pria dan wanita di bumi. Allah
berbicara kepada umat manusia tentang manusia. Apa yang dia katakan? Jawabannya: "maka Allah berkata,
Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa menurut kita,
membiarkan mereka memiliki dominin ...... (ayat
26 - 28). Tuhan berkata kepada
pria dan wanita yang masing-masing diciptakan menurut gambar ilahi. Ini tidak berarti bahwa Allah memiliki
bentuk pria atau wanita tapi hal itu menunjukkan masing-masing dengan cara
tertentu merupakan cerminan dari Allah. Pria
dan wanita tidak memiliki asal mereka dan karena itu, menemukan identitas
mereka pada hewan, sayuran, atau departemen mineral, meskipun mereka memiliki
kedekatan dengan masing-masing. Asal
manusia dan identitas di dalam Tuhan. Upaya
telah dilakukan untuk menunjukkan bahwa pria dan wanita diciptakan menurut
Allah, citra dalam arti bahwa mereka memiliki kemampuan asing ke seluruh
ciptaan, dan karena itu aspek-aspek unik merupakan citra ilahi. Tetapi refleksi dari ilahi terlihat
tidak dalam beberapa bagian terpisah dari pria dan wanita tapi dalam pria dan
wanita sebagai kesatuan yang lengkap. Hal
itu diungkapkan dan mengambil langkah lebih lanjut, dalam pernyataan itu bahwa
itu adalah "manusia .... pria
dan wanita "yang merupakan gambar ilahi. Ada
suatu masa ketika gambar Allah dianggap tinggal di laki-laki sementara
perempuan adalah sesuatu yang lain yang bersifat inferior. [16]
d.
Tafsiran menurut Speiser dalam The Ancor Bible
Penciptaan
langit dan bumi dihubungkan dengan masa pada zaman Mesopotamia kuno. Penciptaan
di Mesopotamia kuno merupakan penciptan yang dilakukan oleh para dewa. Penciptaan
yang dilakukan oleh Allah berpuncak kepada manusia. Gambaran fisik dunia
berbeda dengan gambaran dunia masa kini. Gambaran Israel pada masa itu tidaklah
berbeda dengan gambaran pada zaman Mesopotamia kuno yang dilukiskan dalam kisah
Babel Enuma Elish. Enuma Elish memiliki persamaan dengan kisah penciptaan dari
sumber P yaitu :
KEJADIAN
|
ENUMA ELISH
|
Roh ilahi
menciptakan lewat firman ; segalanya tergantung dari padanya
|
Roh ilahi dan hal
kosmis menyatu sebagai anasir abadi
|
Bumi sepi kelam
mendalam
|
Khaos :perang
dewa-dewi Tiamat
|
Hari : 1. Terang
diciptakan
|
Terang muncul dari
dewata
|
2. langit bak tempurung
|
Cakrawala
diciptakan
|
3. bumi kering
|
Bumi kering
|
4. penerang di langit
|
Penerang di langit
|
6. manusia diciptakan
|
Manusia
|
7. sabat-berkat
|
Dewata bersuka cita
|
Meskipun tradisi iman menggunakan
unsur-unsur yang berbeda dengan Enuma Elish tidak menutup kemungkinan mereka
berbeda. Oleh karena itu, sangat jelas apa yang dikatakan Alkitab agar iman
kita tidak goyah.[17]
e.
Kesimpulan Tafsiran
Kisah
penciptaan merupakan suatu kisah sebuah karya tulis imam yang tersusun dengan
sangat teratur dan menyerupai madah. Kisah penciptaan ini kendati sama dengan
kisah penciptaan yang berasal dari Babel, Enuma Elisabeth yang menafsirkan
kembali mite kuno untuk mereflesikan teologi Israel yang khas.[18]
Kisah penciptaan ini dibagi ke dalam dua tahap yaitu :
Tahap
I (Hari I-III)
Hari pertama (ay.3-5) Allah
menciptakan terang dan memisahkan terang itu dari gelap. Allah memberikan nama
kepada terang dan gelap untuk menunjukkan bahwa Ia berkuasa penuh atas terang
dan gelap itu. Pada hari kedua (ay.6-8) Allah menciptakan cakrawala. Cakrawala
diibaratkan sebagai suatu kubah kokoh yag dapat menahan air yang ada di
atasnya. Cakrawala diciptakan untuk memisahkan air yang ada di atasnya. Pada
hari ketiga (ay.9-13) Allah mengumpulkan air yang ada si bawah langit itu pada
satu tempat sehingga tampaklah daratan yang sebelumnya tertutup oleh air.
Sehingga Allah memisahkan air dari daratan yang akhirnya terlihat mana laut dan
darat. Dengan demikian Allah berfirman untuk menumbuhkan segala jenis tumbuhan
supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi.
Tahap
II (Hari IV-V)
Pada
hari keempat (ay.14-19) Allah mulai mengisi ruang-ruang yang telah selesai
dikerjakanNya. Ia membuat benda-benda penerang yang dipasang pada cakrawal.
Benda-benda penerang itu diciptakan untuk memisahkan siang dan malam, untuk
memisahkan terang dari gelap, untuk menerangi bumi dan untuk menjadi tanda yang
menunjukkan masa, hari dan tahun. Pada hari kelima (ay.20-23) Allah menciptakan
“mahkluk hidup” untuk mengisi laut dan udara. Ia menciptakan binatang-binatang laut dan burung-burung.
Allah memberikan perintah untuk berkembang biak dan bertambah banyak. Pada hari
keenam (ay. 24-31), Allah mengisi daratan dengan menciptakan binatang ternak,
binatang melata dan segala binatang liar (ay.24-25). Selanjutnya Allah
mengungkapkan kehendakNya untuk menciptakan manusia. Manusia diciptakan sebagai
puncak segala makhluk ciptaan Allah. Perbedaan manusia dengan tumbuh-tumbuhan
dan binatang-binatang terutama tampak dalam terciptanya manusia menurut citra
Allah. [19]
2.
KEJADIAN 2:4b-25
Kata-kata
Kunci dalam Kejadian 2:4b-25 yaitu :
- Tuhan
Allah -
Taman
- bumi -
Tentang Yang Baik dan yang Jahat
-
manusia -
penolong
- tanah -
menamai
- pohon
pengetahuan -
perempuan
-
dibangun-Nya lah -
laki-laki
- satu
daging
Kejadian 2:4b-25 merupakan pernyataan
penciptaan dunia menurut versi Y (Yahwis) dengan gaya sebuah narasi. Penciptaan
menurut Y ini diawali oleh bagian pertama yang terdiri dari ayat 4b sampai 9;
lalu kemudian ayat 10-14; setelah itu, bagian ayat 15-17 dan bagian terkahir,
yaitu ayat 18-25. Dalam rangka memberi gambaran penafsiran yang jelas, maka
berikut ini akan dipaparkan penafsiran menurut pembagian yang dimaksud di atas,
yaitu :
1. Kejadian 2:4b-9 :
Bagian
ini merupakan bagian awal narasi tentang penciptaan yang diawali dengan
penciptaan langit dan bumi (ayat 4b). Allah
menciptakan bumi dan langit dari ketidakadaan menjadi ada.[20]
Bumi digambarkan sebagai padang yang perlu ditaburi dan diusahakan. Ini dapat
ditafsirkan sebagai gambaran pentahbisan manusia sebagai puncak atau inti dari
penciptaan menurut sumber Y. Manusia adalah mahluk pertama yang diciptakan oleh
Allah dan disusul dengan penciptaan taman, hewan-hewan dan perempuan.[21]
Manusia dan ciptaan-ciptaan Allah selanjutnya adalah sebuah rangkaian, dimana
manusia sebagai titik sentralnya. Allah menciptakan manusia dan ciptaan lain
diciptakan di sekeliling manusia untuk kepentingan manusia.[22]
Namun pada ayat berikutnya, dinyatakan kewajiban manusia terhadap ciptaan-Nya
yang lain. Ini adalah rangkaian yang dimaksud.
Ayat
5 menggambarkan air sebagai unsur penting yang belum ada di bumi, sehingga
semakin menggambarkan bumi sebagai tanah yang belum dikelola. Kemudian, air
yang menjadi unsur penting itu, diturunkan (ayat 6) sebagai tanda untuk memulai
penciptaan manusia oleh Allah (ayat 7). Gambaran pada ayat 5-7 tersebut adalah
penegasan air dan manusia sebagai bagian yang berintegrasi dengan pengolahan
bumi atau tanah.[23] Selain tentunya gambaran
bagaimana pusat dari penciptaan adalah surga, sementara manusia adalah pusat
dari segala kepentingan penciptaan dunia. Hal ini akan semakin diperjelas dalam
ayat-ayat selanjutnya.
Selain
itu, pada ayat 7 kata “adam” (הָֽאָדָ֖ם ) dapat
diartikan sebagai manusia yang memiliki hubungan dengan kata (אֲדָמָ֔ה ) yang berarti bumi atau tanah.
Kedua kata itu memiliki persamaan bunyi sehingga seperti menjadi sinyal dari
sumber Y untuk menegaskan hubungan antara manusia dan tanah, seperti yang sudah
diungkapkan di atas. Pada ayat 7 juga dinyatakan manusia sebagai mahluk hidup
hanya menjadi “hidup” setelah nafas Ilahi dihembuskan kepadanya. Ini menunjukan
bahwasannya unsur Ilahi yang dianugerahkan-Nya kepada manusia adalah bukti
bahwa manusia memiliki ketergantungan hidup kepada Allah. Hanya karena Allah,
manusia memiliki kehidupannya. Allah hendak dinyatakan memiliki hubungan yang
erat dengan manusia. Hal ini disebabkan karena kata (נֶ֥פֶשׁ ) dapat diartikan dengan
“soul”, yang dapat berarti hasrat, lapar, selera dan keinginan. Oleh karena
itu, kata tersebut ditafsirkan bahwasannya manusia itu diciptakan dengan nafas
Ilahi sehingga manusia menjadi mahluk yang memiliki “soul”. Karena nafas dari
Allah menjadikannya hidup, maka “soul” yang menjadi unsur dari manusia tersebut
berasal dari Allah sehingga manusia menjadi cerminan dari “soul” milik Allah,
yaitu sebagai pemenuhan keinginan Allah untuk memiliki hubungan dengan Allah.
Dalam hal ini, gambaran manusia semakin nyata untuk ditegaskan sebagai mahluk
yang istimewa dan pantas untuk menjadi pusat dari narasi penciptaan ini.
Ayat
8 melukiskan penciptaan Taman di Eden yang ditafsirkan sebagai taman yang
berisi pepohonan atau lebih dekat pengertiannya dengan kebun. Kebun semacam ini
di dalam kebudayaan Timur Tengah Kuno hanya dimiliki oleh raja yang besar.[24]
Dalam hal ini penulis Kejadian 2, hendak menegaskan bahwa Allah adalah pembuat
dan pemilik dari kebun atau Taman Eden tersebut. Kata “eden” mungkin dapat saja
dikaitkan secara geografi. Namun sebaiknya kata tersebut diartikan dengan
pengertian “kebahagiaan” atau “bliss”. Apabila hal ini disepakati, maka Taman
Eden dapat diartikan sebagai kebun milik Allah dan menjadi tempat kediaman
Allah sebagai pembuatnya, yang juga melambangkan sebuah tanah yang diberkati
untuk memberi kebahagiaan. Dalam hal ini, tanah ini memang dipersiapkan Allah
untuk dianugerahkan kepada manusia sebagai mahluk yang istimewa bagi Allah.
Ayat 9 merupakan deskripsi
keistimewaan atau kenikmatan dari Taman Eden yang dibuat, dimiliki dan didiami
Allah. Keistimewaan tersebut dilambangkan dengan sejumlah pohon dan “pohon
kehidupan” yang berada ditengah-tengah kebun itu dan “pohon pengetahuan tentang
yang baik dan yang jahat” sebagai karya ciptaan Allah.[25]
2. Kejadian 2:10-14
Bagian kedua ini mungkin dianggap
mengganggu kisah dari bagian yang sebenarnya sudah dibuat untuk menyatakan
hubungan antara bumi atau tanah dengan manusia dan penganuhgeraan Tanah yang
Diberkati kepada manusia. Namun apabila dicermati, ayat 10-14 memiliki hubungan
dengan ayat 8.[26] Penyebutan empat sungai
yang mengalir dari Eden mungkin dapat dipahami sebagai petunjuk untuk
menyebutkan lokasi Eden (ayat 11-14). Namun, hal yang terpenting dari bagian
ini adalah pernyataan bahwasannya air yang diturunkan untuk membasahi taman itu
masih dapat mengalir menuju empat cabang, maka dapat dikatakan bahwa Taman Eden
adalah tempat persediaan air di dunia yang mencukupi daerah tersebut dan
daerah-daerah lain melalui empat cabang aliran sungai tersebut.[27]
Ini akan membawa kepada pemahaman bahwa Eden yang dimaksud adalah surga yang
akan terus mengalirkan air kepada tempat dimana manusia tinggal setelah
kejatuhan dosanya. Dan juga seperti yang disebutkan sebelumnya, di dalam
pemahaman Timur Tengah Kuno, air adalah unsur pengolahan bumi bersama dengan
manusia. Oleh karena itu, bagian ini juga dapat ditafsirkan sebagai gambaran
tentang Taman Eden sebagai tempat kediaman Allah yang menciptakan segala
sesuatu kehidupan di bumi. Namun bagian ini juga merupakan gambaran Eden
sebagai sebuah tempat yang benar-benar riil secara historis sebagai daerah yang
kaya atau subur di masa lampau sehingga apabila dikaitkan dengan ayat 8 dan
ayat 15, maka Taman Eden adalah suatu tempat yang didiami oleh manusia.
3.
Kejadian 2:15-17
Bagian
berikut ini bagian perintah kepada manusia. Pertama, pada ayat 15, kembali
dinyatakan gambaran Taman Eden sebagai sebuah lokasi hidup manusia yang sudah
diciptakan Allah, seperti yang sudah dinyatakan pada ayat 8 dan ayat 10-14.
Ayat 15 juga merupakan sebuah pernyataan bahwasannya manusia memang memiliki
takdir untuk bekerja menjaga dan mengupayakan tanah atau alam yang diberikan
Allah kepadanya.[28] Dan alam yang dimaksud
bukanlah milik manusia. Sementara itu, ayat 16-17 yang menyatakan larangan
untuk memakan buah dari pohon pengetahuan adalah pernyataan tentang
batasan-batasan yang diperitahkan Allah kepada manusia. Hal ini juga
menggambarkan bahwa pada dasarnya, hakikat hidup manusia adalah hidup di dalam
perintah-Nya sebab manusia diciptakan dengan nafas-Nya sehingga manusia hidup
bergantung kepada-Nya (ayat 7).
Pohon
pengetahuan sebagai pohon yang tidak boleh dimakan buahnya dalam ayat 16-17 ini
juga merupakan peringatan yang menjadi lanjutan dari penyebutan tentang pohon
tersebut di dalam ayat 9. Tentunya manusia memang patut mendapat hukuman
setelah sebelumnya sudah diberi nasehat atau peringatan. Hukuman yang dimaksud
bukanlah kekekalan, meskipun dalam tradisi Timur Tengah Kuno, Pohon Pengetahuan
tersebut berbicara tentang kekekalan, sehingga memakan buahnya akan memberi
garansi kekekalan, namun, hukuman dari memakan buah itu adalah kematian.[29]
Apabila Taman Eden ditafsirkan sebagai surga (lihat tafsiran untuk ayat 8),
maka hidup di dalam surga adalah hasil dari pemenuhan kepatuhan kepada Allah
seperti yang digambarkan dalam ayat 16-17.
Sementara itu, mengenai Pohon
Pengetahuan Tentang Yang Baik dan Yang Jahat dapat ditafsirkan sebagai keadaan
kemahatahuan atau menjadi maha mengetahui. Apabila buah dari pohon itu dimakan,
maka manusia sudah memiliki pengalaman untuk menjadi yang Maha Tahu atau
menjadi bebas akibat Kemahatahuan tersebut. Kemahatahuan itu berkaitan dengan
perbuatan yang baik dan yang jahat. Masalahnya, apa yang baik dan yang jahat
pada dasarnya memiliki standar. Standar itu tidak ditentukan oleh manusia,
namun nilai-nilai yang menjadi standar itu ditentukan oleh Allah, yaitu sebagai
segala sesuatu yang diperintah atau dilarang oleh Allah. Sebab hanya Allah yang
Maha Mengetahui, apa yang baik dan apa yang jahat. Sementara manusia memiliki
ide atau pandangan sendiri-sendiri tentang hal ini. Apabila manusia sekehendak
hati melakukan segala sesuatu dengan standar atau pemikirannya sendiri,
tentunya batasan mengenai yang baik dan yang jahat menjadi kabur. Manusia yang
tidak bermoral sekalipun akan tetap memandang perbuatan amoralnya sebagai
sesutau yang baik dari sisinya sendiri. Segala sesuatu mengenai hal ini menjadi
penekanan, karena manusia memiliki jiwa (soul) sebagai pemberian Allah yang
dilengkapi juga dengan akal budi.[30]
4. Kejadian 2:18-24
Bagian ini adalah bagian yang
menggambarkan penciptaan perempuan. Perempuan pada nats ini menjadi perlambang
sebagai penolong yang sepadan bagi manusia pertama yang diciptakan-Nya. Namun
bagian narasi ini, diawali dengan bagian penciptaan binatang yang juga
bertujuan untuk memberi manusia penolong yang sepadan. Binatang-binatang itu
diciptakan serupa dengan bagaimana Allah menciptakan manusia (ayat 19). Akan
tetapi, dalam hal ini manusia tetaplah menjadi mahluk yang istimewa
dibandingkan binatang. Sebab Allah memberi kewenangan bagi manusia untuk
menamai binatang-binatang tersebut sebagai pertanda manusia berkuasa atas
mereka (ayat 20).[31]
Sekali lagi tampak bagaimana manusia menjadi sentral dari ciptaan-ciptaan Allah
lainnya. Namun penamaan yang dilakukan oleh manusia tersebut, bukan hanya
menunjukan bagaiamana manusia memiliki keistimewaan intelektual melalui
pengetahuan berbahasa, akan tetapi lebih kepada keistimewaan intelektual untuk
memahami binatang-binatang tersebut sehingga dapat membedakan mana yang dapat
dimanfaatkan untuk menolong hidupnya dan mana yang dapat mengganggu hidupnya.
Selanjutnya,
ketika Allah memahami bahwa binatang bukanlah penolong yang sepadan dengan
manusia, maka Allah menciptakan bagi manusia pertama-Nya, seorang perempuan.
Pernyataan Allah membuat manusia itu tertidur dan mengambil rusuknya untuk menciptakan
seorang perempuan baginya (Ayat 21-22) merupakan gambaran bagaimana proses
penciptaan yang dilakukan-Nya tidak terlihat oleh manusia atau misterius bagi
manusia.[32] Manusia tidak dapat
menyelami keajaiban proses penciptaan yang dilakukan Allah.
Ayat
21-25 juga di satu sisi sering ditafsirkan sesuai dengan kedudukan perempuan
dalam kehidupan Timur Tengah Kuno yang berada di bawah laki-laki. Hal ini
disebabkan karena perempuan diciptakan sebagai penolong yang sepadan bagi
laki-laki. Penulis tentunya memiliki sudut pandang yang demikian. Namun dalam
hal ini, penulis bukan hanya hendak menegaskan tanggung jawab perempuan dalam
sebuah pernikahan, tetapi juga hendak menegaskan martabat perempuan yang
sejajar dengan laki-laki.[33]
Dasarnya tentu adalah kemisteriusan Allah dalam menciptakan perempuan dengan
tulang rusuk laki-laki (manusia). Ini adalah gambaran bahwa pada dasarnya bahan
yang digunakan adalah sama sehingga ada kesamaan antara laki-laki (manusia)
dengan perempuan.
Ayat 24 juga menjadi
gambaran hukum sosial dalam kerangka hukum Allah, yaitu hakikat manusia sebagai
mahluk sosial, terkhusus hubungan sosial antara seorang laki-laki dan perempuan
di dalam lembaga pernikahan. Disini digambarkan adanya keterkaitan hubungan
saling membutuhkan antara laki-laki dan perempuan sebagaimana sudah dinyatakan
juga dalam ayat 23 melalui ucapan “Inilah dia”. Sementara ayat 25 adalah
gambaran bagaimana seharusnya hubungan dalam lembaga pernikahan itu dijalankan,
yaitu di dalam cinta, saling menghargai dan saling tolong-menolong di dalam
keterbukaan sehingga keduanya tidak akan mendapat malu.[34]
[1] Lih.
Pauline. A. Viviano, “Kejadian” dalam Dianne Bergant dan Robert J. Karris (ed),
Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Kanisius
2002 : hlm 24.
[2] Lih.
Bergant dan Karris, Tafsir Alkitab,
hlm. 24.
[3] Lih.
Bergant dan Karris, Tafsir Alkitab,
hlm. 24-25.
[4] Lih. Bergant
dan Karris, Tafsir Alkitab, hlm.
24-25.
[5] Lih.
Bergant dan Karris, Tafsir Alkitab,
hlm. 25.
[6] Lih.
Bergant dan Karris, Tafsir Alkitab,
hlm. 25
[7] Lih. Y.
M. Seto Marsunu, Dari Penciptaan sampai
Babel, Kanisius, Yogyakarta : 2008, hlm: 28-29.
[8] Lih, Marsunu,
Dari Penciptaan, hlm : 30.
[9] Lih,
Marsunu, Dari Penciptaan, hlm :
30-31.
[10]
Lih, Marsunu, Dari Penciptaan, hlm :
32-33.
[11] Lih,
Marsunu, Dari Penciptaan, hlm :
33-37.
[12]Lih,
Marsunu, Dari Penciptaan, hlm : 37.
[13] Lih.
Stuart briscoe, “Genesis” dalam
Lloyd J. Ogilvie (ed), Mastering The Old
Testament, Word Publishing, London 1978 : hlm. 35.
[14] Lih.
Ogilvie (ed), Masterin, hlm. 36.
[15] Lih.
Ogilvie (ed), Masterin, hlm. 37.
[16] Lih.
Ogilvie (ed), Masterin, hlm. 38.
[17] Lih. E.
A. Speiser, The Ancor Bible :Genesis,
Double day & Company, New York : 1964, hlm. 9-11.
[18] Lih.
Bergant dan Karris, Tafsir Alkitab,
hlm. 24.
[19]Lih,
Marsunu, Dari Penciptaan, hlm : 32-37.
[20] Lih.
Johanes Calvin, Institutio: Pengajaran
Agama Kristen, BPK-GM, Jakarta 2009: hlm. 41 (selanjutnya akan disebut “Institutio”).
[21] Lih. Gerhard Von Rad, Genesis: A Commentary, Westminter
Press, Philadelphia 1956: hlm. 74 (selanjutnya akan disebut “Genesis”).
[22] Lih. E.A. Speiser, The Ancor Bible : Genesis, Double Day
& Company, New York 1964 : hlm. 18. (selamjutnya akan disebut “The Ancor Bible”).
[23] Lih.Pauline A Viviano, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama (Editor : Dian
Bergant & Robert J. Karris ), Kanisius, Yogyakarta 2002: hlm. 37
(selanjutnya akan disebut “Tafsir Alkitab”).
[24] Lih. Gerhard Von Rad, Genesis, hlm. 75.
[25] Lih. Gerhard Von Rad, Genesis, hlm. 76.
[26] Lih., Pauline A Viviano, Tafsir Alkitab, hlm. 37.
[27] Lih. Gerhard Von Rad, Genesis, hlm. 78.
[28] Lih., Pauline A Viviano, Tafsir Alkitab, hlm. 37.
[29] Lih. Gerhard Von Rad, Genesis, hlm. 79.
[30] Lih. Johanes Calvin, Institutio, hlm. 47.
[31] Lih., Pauline A Viviano, Tafsir Alkitab, hlm. 38.
[32] Lih. Gerhard Von Rad, Genesis, hlm. 80.
[33] Lih., Pauline A Viviano, Tafsir Alkitab, hlm. 38.
[34]
Hlm.51-52.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar